Ketua panitia, Dede Duho, mengungkapkan kegiatan ini sudah memasuki tahun kedua dan terus mengalami peningkatan antusiasme. Tahun ini peserta bukan hanya berasal dari Kuningan, tetapi juga datang dari berbagai kota di Jawa Barat.
“Kami ingin menjadikan ini agenda tahunan desa. Bukan hanya ajang trail, tapi juga media silaturahmi, promosi desa, dan aksi sosial seperti berbagi santunan untuk anak yatim,” kata Dede.
Di tengah sejuknya udara pegunungan dan lanskap yang masih hijau, masyarakat turut memadati sisi-sisi jalur lintasan untuk menyaksikan aksi para rider. Tidak sedikit warga yang ikut berjualan makanan lokal di sepanjang trek, menjadikan momentum ini sebagai penggerak ekonomi mikro desa.
Antusiasme peserta juga terlihat dalam aneka atribut yang dikenakan, dari jersey berdesain khas hingga bendera komunitas yang berkibar. Para rider saling menyemangati, membantu satu sama lain saat terjebak lumpur atau tanjakan sulit – memperlihatkan nilai solidaritas tinggi yang tumbuh di antara mereka.
Dengan medan yang tak mudah, ajang JAH bukan hanya uji ketangguhan mesin, tetapi juga ketahanan fisik dan mental. Tapi justru di situ letak pesonanya. “Capek? Iya. Tapi puas banget! Alamnya keren, jalurnya menantang,” ujar Fauzi, peserta asal Majalengka.
Ke depan, panitia berencana memperluas skala JAH menjadi agenda off-road tingkat Jawa Barat, mengingat potensi alam dan dukungan warga yang sangat kuat.
JAH 2025 bukan hanya agenda olahraga, tapi juga cermin harmoni antara komunitas, pemerintah, dan alam. Dan dari desa kecil di kaki Gunung Ciremai, sebuah semangat besar kembali berkobar: kebersamaan yang menyalakan gas, bukan amarah. (ali)