Cikalpedia
Bengpri

Bandung Arts Festival ke-11: Ketika Limbah Menjadi Bahasa Budaya

https://www.jabarprov.go.id/

Bandung – Apa jadinya jika limbah diperlakukan bukan sebagai sampah, melainkan sebagai sumber inspirasi seni? Jawabannya bisa ditemukan dalam Bandung Arts Festival (BAF) ke-11, yang kembali digelar dengan semangat baru pada 25–28 Juli 2025 di Teater Tertutup Taman Budaya Jawa Barat, Dago Tea House, Bandung.

Mengangkat tema “Jejak Budaya Dalam Jelajah Limbah”, festival ini menghadirkan lebih dari 1000 seniman lintas disiplin dari berbagai negara, dan menyuguhkan karya-karya seni pertunjukan, instalasi, hingga kolaborasi budaya yang memadukan seni, lingkungan, dan masyarakat.

Seni yang Menyentuh, Bukan Sekadar Tontonan

Direktur Festival Deden Bulenk menyampaikan bahwa BAF ke-11 bukan hanya ajang seni, melainkan ruang pertemuan, refleksi, dan pertumbuhan bersama. Melalui seni dari bahan bekas, pertunjukan tari, hingga instalasi interaktif, pengunjung diajak merenungi bagaimana limbah bukan sekadar sisa, tetapi rekam jejak budaya dan konsumsi manusia.

“Seni adalah bahasa yang bisa menyatukan perbedaan. BAF menjadi tempat kita belajar, berbagi, dan saling menguatkan melalui ekspresi kreatif,” ujar Deden.

Opening Spektakuler: 200 Anak Menari Bersama

Festival akan dibuka secara meriah dengan pertunjukan tari “Ngabatik” karya Ine Arini, yang dibawakan oleh 200 anak secara serempak. Pertunjukan ini sekaligus menjadi persembahan untuk Hari Anak Nasional, dan simbol semangat regenerasi seni budaya di Indonesia.

“Kami ingin festival ini menjadi ruang inklusif, tempat di mana anak-anak, seniman senior, komunitas lokal, hingga penikmat seni bisa bertemu tanpa sekat,” tambah Deden.

Dari Parahyangan ke Dunia

Bandung Arts Festival juga menegaskan posisinya sebagai bagian dari pariwisata budaya yang mengangkat kearifan lokal Parahyangan ke panggung dunia. Meski diselenggarakan secara mandiri oleh Bongkeng Arts Space, BAF telah meraih pengakuan internasional karena ide-ide segar dan pendekatan seni yang berani, jujur, dan menyentuh.

Baca Juga :  Ika Sentil Ekonomi Kreatif, Perdokar Kuningan Tersentuh

Deden menyebut, festival ini adalah bukti bahwa seni yang kuat tidak memerlukan kemewahan, melainkan keberanian dan ketulusan.

Harmoni dalam Keberagaman

BAF juga menjadi perayaan harmoni dalam keragaman budaya. Di tengah tantangan zaman, seni menjadi jembatan antar-generasi, antar-komunitas, dan antar-budaya.

“Bumi Parahyangan adalah cermin Indonesia yang majemuk. Lewat BAF, kami ingin merawat semangat saling menghormati dan gotong royong, karena dari sanalah kekuatan bangsa ini tumbuh,” tegasnya. (Beng).

Sumber : https://www.jabarprov.go.id/

Related posts

Sukaimut Menuju Desa Digital, Bumdes dan UMKM Didorong Melek QRIS

Cikal

Tempur Sajati Deklarasi, Keluarga Acep Purnama Tegaskan Dukungan untuk Ridhokan

Cikal

Polres Kuningan Pastikan MBG Higienis, Siswa SMPN 1 Antusias

Alvaro

Leave a Comment