KUNINGAN – Dinamika sosial di tingkat perdesaan Kabupaten Kuningan menunjukkan geliat baru. Pemerintah Desa Padarek tercatat sukses menggelar kegiatan Car Free Day (CFD) di jalan poros desa pada hari Sabtu (25/10/2025). Acara tersebut berlangsung meriah, ditandai dengan padatnya hiburan rakyat, ramainya bazar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta pameran produk-produk lokal yang menarik perhatian.
Kehadiran Wakil Bupati Kuningan, Tuti Andriani, S.H., M.Kn., dalam acara tersebut turut mengangkat gengsi kegiatan. Namun, di balik gegap gempita panggung angklung dan keramaian transaksi di bazar, kegiatan ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah CFD Padarek ini merupakan langkah awal yang serius menuju desa yang benar-benar ramah lingkungan, ataukah hanya berhenti sebagai seremoni dan ajang pencitraan hijau belaka?
Dalam sambutannya, Wakil Bupati Tuti Andriani menyampaikan apresiasi tinggi atas prakarsa yang diambil oleh pemerintah desa. Ia menyebut kegiatan ini sebagai bagian penting dari upaya membangun kebiasaan hidup sehat sekaligus merawat solidaritas sosial antarwarga.
“Melalui Car Free Day ini, kita tidak hanya mengurangi polusi udara dan menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga mempererat silaturahmi,” kata Tuti di hadapan ribuan peserta CFD. Ia berharap kegiatan serupa dapat diselenggarakan secara berkala dan diikuti oleh desa-desa lain di Kuningan.
Pernyataan Wakil Bupati seolah menggarisbawahi tren baru di tingkat lokal, di mana isu lingkungan, udara bersih, aktivitas fisik, dan ruang interaksi sosial tengah menjadi sorotan penting. Pemerintah daerah, desa, dan komunitas warga berlomba menunjukkan kepedulian terhadap agenda-agenda pro-lingkungan.
Namun, Wakil Bupati Tuti juga mengingatkan, sebagaimana lazimnya yang terjadi dalam banyak agenda seremonial, titik lemah terbesar sebuah gerakan adalah keberlanjutan. Tanpa konsistensi program, diikuti dengan perubahan pola mobilitas masyarakat secara fundamental, Car Free Day rentan terhenti sebagai acara musiman. Ia menekankan bahwa CFD harus menjadi gerakan ekologis yang terukur, bukan sekadar perayaan sesaat.
Di sisi lain, Kepala Desa Padarek menyampaikan rasa terima kasih atas dukungan pemerintah daerah. Kehadiran wakil bupati dinilainya penting untuk memberikan moral boost kepada warganya. “Kami ingin CFD jadi ruang tumbuhnya kesadaran bersama,” ujarnya. Pihak pemerintah desa berencana menjadikan kegiatan ini sebagai agenda rutin bulanan.
Partisipasi warga Padarek di lapangan memang tercatat tinggi. Anak-anak tampak antusias mengikuti permainan tradisional, remaja terlibat dalam pementasan musik, sementara para ibu memenuhi arena bazar. Suasananya hangat, penuh selfie, unggahan media sosial, dan promosi produk lokal. Secara kasat mata, CFD Padarek telah berhasil menjadi ruang hiburan dan ekonomi rakyat.
Akan tetapi, kritik muncul karena selama pelaksanaan acara, belum terlihat adanya pendekatan yang lebih serius terkait edukasi mendalam mengenai emisi kendaraan, manajemen pengelolaan sampah yang efektif, atau upaya terukur dalam memantau kualitas udara. Padahal, isu-isu tersebut merupakan roh utama dari gerakan Car Free Day global.
Dengan demikian, kegiatan ini memiliki dua wajah yang kontradiktif. Di satu sisi, CFD Padarek menunjukkan antusiasme warga terhadap ruang publik yang bebas kendaraan. Di sisi lain, pemerintah desa dan daerah kini memiliki pekerjaan rumah besar untuk membuktikan bahwa jargon lingkungan yang diucapkan di panggung sambutan tidak berhenti di situ.
Jika kegiatan ini ingin bertransformasi menjadi gerakan ekologis yang berkelanjutan, Pemdes Padarek harus segera bergerak dari seremonial menuju substansi, yakni konsistensi penyelenggaraan, intensifkan edukasi lingkungan, evaluasi manajemen sampah, penguatan fasilitas pejalan kaki, serta promosi transportasi ramah lingkungan. Tanpa langkah-langkah konkret tersebut, CFD hanya akan menjadi hari tanpa kendaraan, dan bukan merupakan langkah serius menuju desa yang benar-benar hijau dan lestari. (ali)
