Inilah esensi dari demokrasi yang matang. Bukan siapa yang menang, tapi apa yang bisa dikerjakan bersama setelahnya. Dian dan Ridho sudah menunjukkan caranya. Kini, giliran kita semua menjaga semangat ini tetap menyala.

Ada harapan yang tumbuh dari situ. Bahwa politik ternyata tidak selalu harus soal menang-kalah. Tidak selalu harus soal siapa yang lebih benar. Politik yang sehat justru adalah politik yang mampu merangkul, bukan memukul. Politik yang bisa menjembatani perbedaan, bukan memperlebar jurang.
Masyarakat Kuningan, khususnya generasi muda, butuh contoh seperti ini. Dalam situasi di mana sering kali politik membuat orang terpecah, kehadiran dua tokoh yang menunjukkan kedewasaan seperti ini adalah angin segar. Kita diajarkan bahwa perbedaan pilihan bukan alasan untuk bermusuhan. Bahwa setelah pilkada selesai, saatnya kembali membangun bersama.
Bayangkan jika semua tokoh daerah bersikap seperti ini. Mungkin pembangunan akan lebih cepat, energi tidak habis untuk saling serang, tapi digunakan untuk saling dorong dan saling topang.
Tidak mudah memang. Butuh kebesaran hati untuk bisa menurunkan ego, mengakui perbedaan, dan tetap menjalin hubungan baik demi rakyat. Tapi Dian dan Ridho sudah membuktikan bahwa itu bisa. Dan karena mereka bisa, maka harapan kita tumbuh, Kuningan bisa jadi contoh.
Acara Kirab Merah Putih kemarin bukan hanya jadi simbol cinta pada tanah air, tapi juga jadi simbol cinta pada daerah sendiri. Di depan Gedung Perundingan Linggarjati , tempat dulu bangsa ini berunding soal nasib kemerdekaan, kini para tokoh Kuningan berunding dalam diam, lewat gestur sederhana, senyum, salam, dan sapa.
Semoga ini bukan hanya momen sesaat. Semoga ini jadi awal dari kolaborasi nyata. Karena Kuningan terlalu berharga untuk dibangun sendirian. Dibutuhkan semua tangan, semua hati, dan semua energi untuk menjadikannya lebih baik.
Dan kalau para pemimpinnya sudah mulai bersatu, kita sebagai masyarakat pun harus ikut merapat. Meninggalkan fanatisme yang membutakan, dan mulai percaya bahwa kita semua ada di perahu yang sama.
Dari Linggarjati, kita belajar arti perundingan. Dari Dian dan Ridho, kita belajar arti perdamaian.
Hanya Opini by Bengpri