Cikalpedia
Jabar

Janji Sinkronisasi Pusat-Daerah, Wahyu Ikut Rakor Sekda

Nampak Pj Sekda Kuningan Wahyu Hidayah berfoto di lokasi IPDN sebagai peserta Rakor Sekda se - Indonesia.(Istimewa)

JATINANGOR – Upaya pemerintah pusat untuk merajut sinkronisasi pembangunan nasional kembali didorong melalui forum masif. Rapat Koordinasi (Rakor) Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, berlangsung selama empat hari, dari 26 hingga 29 Oktober 2025.

Agenda ini mempertemukan 1.104 pejabat daerah, termasuk Penjabat Sekretaris Daerah Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si. Namun, di balik rangkaian forum koordinasi yang terstruktur dan terlihat tertib ini, masih menggantung pertanyaan klasik di kalangan pengamat dan birokrasi apakah janji sinkronisasi ini benar-benar berjalan efektif, atau hanya sekadar menjadi siklus seremonial tahunan tanpa evaluasi menyeluruh atas problem mendasar di lapangan?

Rakor Sekda ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Mendagri dan Radiogram dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemendagri. Tujuan utamanya adalah menyatukan arah kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Forum ini menghadirkan 22 kementerian dan lembaga, menekankan pentingnya penyelarasan program agar pembangunan nasional disebut “efisien, berkelanjutan, dan berdampak langsung” bagi masyarakat.

Pada tataran dokumen perencanaan, ambisi ini terdengar ideal dan top-down sempurna. Namun, pada praktiknya, daerah kerap kali terjebak pada beban prosedur administratif yang kompleks ketimbang fokus pada eksekusi program yang terukur dan berorientasi hasil.

Pj Sekda Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, memberikan pernyataan yang terdengar normatif, seolah memenuhi kewajiban diplomatik pejabat daerah di forum nasional. “Rakor ini strategis untuk memastikan program prioritas nasional diterjemahkan dengan tepat di daerah,” ujar Wahyu.

Ia menambahkan bahwa Kuningan akan segera menyesuaikan kebijakan dengan prioritas pusat, seraya tetap memperhatikan potensi lokal daerah. Pernyataan tersebut memicu pertanyaan lanjutan sejauh mana daerah memiliki ruang gerak atau inisiatif strategis ketika skenario pembangunan regional sebagian besar ditentukan dan diinstruksikan dari pusat?

Baca Juga :  Wahyu Hidayah Masuk Enam Besar PNS Berprestasi Jawa Barat

Problem sinkronisasi selama ini tidak berhenti pada urusan koordinasi antar level pemerintahan. Banyak daerah mengeluhkan minimnya integrasi data yang real-time, munculnya perencanaan yang tumpang tindih, perebutan kewenangan sektoral antar-kementerian di Jakarta, hingga lambatnya harmonisasi anggaran. Pemerintah pusat memang agresif mendorong daerah menjalankan program prioritas, tetapi transfer fiskal dan petunjuk teknis (juknis) kerap kali terlambat sampai di daerah. Rakor tahun ini belum memberikan jawaban yang gamblang atas persoalan klasik yang berulang setiap tahun ini.

Rakor juga dirangkaikan dengan retreat kepemimpinan Sekda, diklaim sebagai ruang untuk memperkuat integritas dan kolaborasi pejabat tinggi daerah. Namun, publik hampir tak pernah mendapatkan indikator yang jelas mengenai keberhasilan format pelatihan atau soft skill yang diberikan dalam retreat tersebut.

Mendagri Tito Karnavian dalam forum tersebut dilaporkan menegaskan agar daerah segera menyusun usulan anggaran tahun 2026 yang sepenuhnya sinkron dengan kementerian terkait. Nada instruksinya jelas dan tidak kompromi pusat memimpin dan daerah mengikuti.

Menutup agendanya, Pj Sekda Wahyu Hidayah kembali ke Kuningan dengan membawa slogan pembangunan daerah, “Kuningan MELESAT.” Namun, tanpa adanya ukuran kinerja yang konkret mulai dari reformasi birokrasi yang nyata, efektivitas penggunaan anggaran, hingga capaian kesejahteraan masyarakat yang terukur sinkronisasi pusat-daerah dikhawatirkan hanya berhenti sebagai jargon koordinasi yang lip service.

Jika pemerintah pusat benar-benar ingin Rakor ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, publik menanti satu hal krusial hasil yang dapat diukur dan dievaluasi secara transparan, bukan sekadar foto-foto formal, daftar hadir pejabat, dan barisan sambutan di podium. Pembangunan yang sejati, pada akhirnya, bukan tentang rapat, melainkan tentang perubahan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat di tingkat bawah. (ali)

Related posts

DPRD Jawa Barat Akhirnya Siap Evaluasi Tunjangan Perumahan Fantastis Rp44 Juta per Bulan

Cikal

Heboh! Sapi Raksasa 1 Ton Asal Kuningan Terpilih Jadi Kurban Presiden 

Cikal

Pelaku Hack WhatsApp Bupati Masih Santai: Dari Minta Uang Kini Kirim Undangan Pernikahan Palsu

Cikal

Leave a Comment