Ia menjelaskan, meskipun anggaran pengadaan mobil dinas untuk DPRD telah ditetapkan dalam APBD sebesar Rp2,6 miliar, semangat efisiensi tetap dipegang. Namun, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, pimpinan DPRD yang tidak mendapat mobil dinas harus diberikan hak transportasi.
Atas dasar itu, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan penghitungan ulang: lebih efisien menyediakan kendaraan dinas ketimbang membayar tunjangan transportasi. Hasil analisis TAPD pun memutuskan pengadaan mobil dinas sebagai opsi paling ekonomis.
“Ini soal kalkulasi. Pilihan akhirnya jatuh ke kendaraan dinas karena anggarannya lebih efisien dibandingkan membayar tunjangan setiap bulan,” ujar Zul.
Namun, ia menyayangkan sikap eksekutif yang dinilai lamban memberikan penjelasan kepada publik sehingga kesan yang timbul justru DPRD dianggap ‘haus fasilitas’.
“Kami sangat memahami kondisi keuangan daerah, dan tidak pernah memaksakan kehendak. Tapi perlu juga ada penjelasan dari eksekutif sejak awal agar tidak salah persepsi,” pungkasnya. (ali)