Cikalpedia
Sosok

MBG Dikritik: Seremonial, Populis, tapi Tak Sentuh Akar Masalah Pendidikan

Fahrus Zaman Fadhly

KUNINGAN– Gelombang keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang melibatkan lebih dari 1.300 siswa di berbagai daerah, bahkan di Kabupaten Kuningan baru terjadi kemarin memantik kritik tajam dari kalangan akademisi. Dr. Fahrus Zaman Fadhly, M.Pd, dosen FKIP Universitas Kuningan sekaligus pemerhati pendidikan, menilai program MBG hanya bersifat populis dan seremonial, namun gagal menjawab akar persoalan pendidikan nasional.

“Ini program yang boros anggaran tapi nihil dampak pada mutu pendidikan,” kata Fahrus, Jumat (1/8/2025). Ia menyebut MBG justru menjauh dari visi Asta Cita Presiden Prabowo yang menekankan pembangunan manusia unggul berbasis kualitas dan teknologi.

Fahrus menyoroti bahwa lebih dari 30 kasus keracunan massal telah terjadi di sedikitnya 10 provinsi. Dari PAUD hingga SMA, siswa menjadi korban dari sistem manajemen program yang ia nilai amburadul. “Anak-anak bukan kelinci percobaan. Ketika mereka sakit karena program negara, itu alarm serius bagi kita semua,” ujarnya.

Menurutnya, selain lemahnya pengawasan mutu makanan, MBG juga tak menyasar kebutuhan esensial seperti peningkatan kualitas guru, pemerataan akses pendidikan, maupun perbaikan sarana belajar. Ia bahkan menilai distribusi program tidak menjangkau wilayah-wilayah tertinggal yang justru paling membutuhkan.

“Memberi makan bukan hal buruk, tapi jika itu dijadikan satu-satunya pendekatan untuk membangun pendidikan, maka negara sedang menghindar dari pekerjaan rumah yang sesungguhnya,” ujar Fahrus.

Ia juga mengkritik pemanfaatan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN yang menurutnya habis di “meja makan”, ketimbang dipakai untuk investasi jangka panjang seperti pelatihan guru dan digitalisasi sekolah 3T.

Fahrus mendorong adanya evaluasi menyeluruh, termasuk audit independen terhadap pelaksanaan MBG. Ia bahkan menyarankan moratorium sementara hingga ada kepastian sistem pengawasan dan dampaknya terhadap mutu pembelajaran. “Kalau negara sungguh ingin mempercepat mobilitas sosial, maka bukan perut yang utama, tapi kepala yang harus diisi,” tutupnya. (ali)

Baca Juga :  Paket MBG Diganti Uang Rp8.000, Sesuai Aturan?

Related posts

Paripurna DPRD Kuningan Ricuh: Meja Terguling, Fraksi Gerindra Walkout, Sidang Diskors

Cikal

Komitmen Kampus Bersih Narkoba, UNISA Kuningan Tes Urin Mahasiswa Baru

Ceng Pandi

Firda; Kebijakan KDM Satu Rombel Maksimal 50 Siswa Tidak Efektif

Ceng Pandi

Leave a Comment