KUNINGAN — Di bawah langit mendung Dusun Kliwon, Desa Kutaraja, Kecamatan Maleber, deretan petani membungkuk hampir serempak. Di tangan mereka, benih padi varietas unggul Padjadjaran masuk ke lumpur sawah satu per satu.
Tapi pemandangan itu tak hanya menampilkan rutinitas pertanian. Di antara mereka berdiri sosok birokrat, mengenakan topi caping dan celana yang dilipat setengah betis yaitu Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan) Kabupaten Kuningan, Dr. Wahyu Hidayah, M.Si.
“Ini luar biasa. Bapak-Ibu petani kompak menanam serentak. Benih ini bantuan langsung dari Pak Bupati. Target kita cukup tanam sekali, tapi panennya bisa berkali-kali.” ujar Wahyu dengan nada penuh semangat.
Bukan sekadar retorika musim tanam. Tanam serentak yang digelar pada Selasa, (10/6/2025) itu membawa misi besar yaitu memperkuat kemandirian pangan dari akar rumput. Pemerintah daerah melalui Diskatan tak lagi cukup bekerja dari balik meja. Mereka turun ke lumpur, ikut menanam, ikut berharap.

Program ini menjadi bagian dari strategi panjang Pemkab Kuningan dalam memperkuat ketahanan pangan lokal. Dan benih Padjadjaran bukan sembarang benih. Ia digadang-gadang sebagai varietas unggul yang tahan hama, cepat panen, dan cocok untuk lahan dengan pasokan air sepanjang tahun.
Namun sorotan utama bukan hanya varietas. Metode tanam Salibu yang diperkenalkan pada momen itu menjadi cerita tersendiri. Salibu, singkatan dari “Satu Kali Tanam, Berkali Panen”, adalah teknik regenerasi tunas dari batang sisa panen. Praktis, hemat benih, dan menjanjikan hingga tujuh kali panen tanpa tanam ulang.
“Ini terobosan besar. Teknologi pertanian harus kita dekati dengan akal sehat, lebih efisien, lebih berkelanjutan.” Ujar Wahyu.
Tak berhenti di sana. Pemerintah juga menyisipkan uji coba perbandingan antara lahan yang menggunakan pupuk organik dan yang memakai pupuk kimia. Lewat demplot ini, Diskatan hendak menyodorkan satu pertanyaan dasar kepada para petani, mana yang lebih baik bagi tanah, panen, dan masa depan.
“Kami ingin membuktikan dengan data, bukan sekadar imbauan. Kalau hasil organik lebih unggul, itu akan jadi dorongan moral bagi petani untuk berubah,” kata Wahyu.
Langkah ini mencerminkan perubahan pendekatan dalam membangun ketahanan pangan, bukan sekadar mengejar kuantitas, tapi juga memperhitungkan kualitas dan keberlanjutan. Di balik benih dan pupuk, ada upaya menyusun narasi baru tentang hubungan antara manusia, tanah, dan kebijakan.
Kegiatan tanam serentak ini juga bukan program karbitan. Sejak awal tahun, Diskatan sudah menggulirkan pendampingan teknis, distribusi benih, hingga monitoring lapangan yang dilakukan secara menyeluruh. Model ini diklaim sebagai bentuk kehadiran pemerintah “dari hulu sampai hilir”.
Di tengah derap mekanisasi dan urbanisasi yang menggoda generasi muda menjauh dari pertanian, Dusun Kliwon hari itu menjadi penanda kecil: bahwa sawah masih hidup, dan petani masih punya tempat dalam peta masa depan.
Kelompok Tani Himtaka Makmur yang terlibat dalam aksi ini menyimpan harapan sederhana panen yang layak, harga yang stabil, dan kebijakan yang berpihak. Tapi lebih dari itu, mereka juga ingin menjadi inspirasi bahwa dari desa kecil seperti Kutaraja, ketahanan pangan nasional bisa disemai.
Karena di negeri yang rentan krisis pangan, menanam bukan hanya soal panen. Ia adalah bentuk perlawanan terhadap ketergantungan, dan afirmasi bahwa masa depan bisa dimulai dari lumpur sawah. (red)

1 comment
It’s perfect time to make some plans for the future and it’s time to be happy. I’ve read this post and if I could I wish to suggest you few interesting things or advice. Maybe you could write next articles referring to this article. I wish to read more things about it!