Cikalpedia
Nasional

Anak Bukan Komoditas, Jeritan Sunyi dari Balik Perdagangan Bayi

Sumber : https://www.dpr.go.id/

Jakarta — Di balik angka dan laporan polisi, ada tangisan yang tak terdengar. Tangisan bayi yang dijual, dan air mata para ibu yang terpaksa menyerahkan buah hatinya pada sindikat yang memperlakukan kehidupan manusia seperti barang dagangan.

Kasus mengejutkan itu baru-baru ini diungkap oleh Polda Jawa Barat. Setidaknya 24 bayi, bahkan beberapa sejak masih dalam kandungan, dijual dengan harga belasan juta rupiah. Mereka dikirim ke luar negeri oleh jaringan kejahatan perdagangan manusia.

Bagi Netty Prasetiyani Aher, anggota Komisi IX DPR RI, kisah ini bukan hanya soal hukum yang dilanggar, tapi juga hati nurani yang diabaikan.

“Ini praktik keji. Tapi lebih dari itu, ini potret suram kegagalan negara dalam melindungi mereka yang paling lemah—bayi, perempuan, dan ibu dalam kondisi rentan,” ucap Netty dalam pernyataan resminya, Senin (21/7/2025), dengan nada getir.

Kisah yang Tidak Pernah Tertulis

Di balik setiap bayi yang dijual, ada seorang ibu. Mungkin remaja yang tak tahu ke mana harus pergi setelah diperkosa. Mungkin istri yang ditinggal suami dan tak punya uang untuk sekadar membeli susu. Mungkin buruh perempuan yang terpaksa tidur di kosan sempit, menyembunyikan kehamilannya dari dunia.

“Ketika seorang perempuan hamil tanpa dukungan, dia tak hanya membawa janin. Ia juga memikul beban stigma, rasa takut, dan kesendirian,” ujar Netty.

Tanpa tempat aman untuk mengadu, tanpa jaring perlindungan sosial yang memadai, dan tanpa edukasi tentang hak dan kesehatan reproduksi, perempuan-perempuan ini mudah menjadi sasaran empuk jaringan perdagangan manusia.

Bayi Dijual, Sistem yang Gagal

Netty menilai, perdagangan bayi adalah gejala dari sistem yang cacat. Kemiskinan, minimnya akses informasi, celah hukum, dan pendekatan negara yang reaktif, bukan preventif, membuat kejahatan ini terus berulang.

Baca Juga :  Kuningan Peringati Harkitnas ke-117 dengan Khidmat dan Penuh Makna

“Negara jangan hanya hadir saat menindak. Negara harus lebih dulu hadir saat seorang perempuan bingung, takut, dan putus asa,” tegasnya.

Ia menyerukan langkah-langkah konkrit:

  • Shelter aman bagi ibu hamil tanpa dukungan
  • Edukasi seksual dan reproduksi di sekolah dan masyarakat
  • Pendampingan psikososial dan hukum untuk perempuan dan anak
  • Anggaran yang cukup untuk layanan sosial di daerah miskin
  • Pemberdayaan masyarakat agar bisa jadi mata dan telinga bagi deteksi dini TPPO

Bayi Bukan Barang

Dengan suara yang ditegaskan berkali-kali, Netty menyatakan:

Di balik data dan jargon hukum, ada manusia. Ada ibu yang patah. Ada bayi yang kehilangan pangkuan. Dan ada tanggung jawab negara yang tak boleh diabaikan. (beng)

Sumber : https://www.dpr.go.id/

Related posts

Unisa Kuningan Buka Beasiswa Kader Ulama

Ceng Pandi

Kuningan Bangun Bank Sampah Induk, Iip Teken MoU di KLHK

Cikal

1 Ramadan 2025 Jatuh Sabtu, Tak Ada Perbedaan Awal Puasa

Cikal

Leave a Comment