KUNINGAN – Salah satu sosok yang disebut dalam riwayat kehidupan Eyang Hasan Maolani Lengkong adalah Eyang Padang, Garawangi. Sebelum belajar agama ke Kadugede, Rajagaluh, dan Pangkalan, Ciawigebang, Eyang Hasan Maulani belajar agama ke sosok tersebut.
Berbeda dengan EHM, singkatan untuk Eyang Hasan Maolani, Eyang Padang atau Embah Padang tidak dikenal lebih jauh, bahkan nyaris sangat asing di sebagian besar telinga masyarakat Kuningan. Alih-alih ajaran apa saja yang pernah disampaikannya, tentang riwayat singkat hidupnya pun mash snagat terbatas.
“Mbah Padang hanya tahu sebutannya saja, nama asli beliau Mbah Yahya. Tapi cerita detail tentang ajaran dan warisan keilmuannya tidak tahu,” kata Asep Saepudin, salah satu narasumber asal Garawangi saat berbincang dengan Ciklpedia.id.
Menurutnya, Mbah Padang merupakan anak sulung dari pasangan suami istri, Embah Gencar dan Mbah Saribah Garawangi. Ia memiliki dua adik yaitu Embah Alimudin yang kemudian ke Pangkalan, Ciawigebang dan Embah Arifah. Tidak diketahui perjalanan kehidupan Embah Padang bagaimana, hanya saja kediaman terakhirnya berlokasi di pemakaman umum Dusun Godong Desa Kramatwangi, Garawangi.
“Kalau Embah Alimudin kan silsilahnya berlanjut ke Embah Toyyibudin Pangkalan, Embah Arifah juga diceritakan memiliki anak yaitu Eyang Murtasimah yang kemudian dinikahi oleh Eyang Hasan Maolani. Kalau Embah Padang tidak ada jejak sama sekali,” tuturnya.
Kiai Asep mengaku sudah banyak bertanya kepada para pihak yang menurutnya cukup kuat dalam mendalami silsilah para ulama terdahulu. Hanya saja, jawaban yang Ia terima nyaris sama, belum mengetahui secara detail bagaimana cerita sesepuh Kuningan tersebut.
“Saya konfirmasi ke pihak lain, sama-sama belum ketemu. Kang Ma’sum yang banyak menelaah Eyang Hasan, termasuk saudara yang tinggal di Sukaimut yang mahabah dengan Mbah Padang, dan keluarga di Mandalajaya tapi sama-sama belum tahu detail,” katanya.
Dari minimnya riwayat tentang sosok tersebut, lanjut Asep, ada cerita mashur yang terkenal di kalangan santri di wilayahnya. Salah satu cerita dan banyak dilakukan para santri adalah berziarah sambil membawa kitab yang sedang dipelajari. Cerita tersebut menyatakan, jika seseorang sedang mempelajari ilmu agama di dalam kitab-kitab tertentu, akan turut dimudahkan jika dibarengi dengan berziarah dan berdoa kepada Allah di makam Embah Padang.
“Tapi ada cerita yang meriwayatkan, jika ada yang mau paham keilmun tertentu, berziarahlah sambil membawa kitabnya. Hadoroh dan memohon kepada Allah. Sampai saat ini banyak yang melakukan itu,” tuturnya.
Makam yang berlokasi di Dusun Godong Desa Kramatwangi itu sangat mudah diakses peziarah menggunakan kendaraan roda dua. Makam Embah Padang tergabung dengan makam umum, hanya tampak berbeda karena dilengkapi saung semi permanen yang memayungi tiga makam besar dan satu ukuran anak kecil.
Informasi lainnya dituturkan oleh Umar Sahid, tokoh masyarakat setempat. Menurutnya, Embah Padang merupakan murid dari Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Nama Embah Padang merupakan sebutan untuk nama lengkap yang diberikan gurunya di Cirebon yaitu Raden Permana Dikusuma Eyang Padang Sakti.
“Eyang Padang memiliki nama asli Yahya, namun ada juga yang menyebut juga Nur Cahya. Tapi keduanya memiliki arti yang sama yaitu cahaya yang membentang si alam semesta,” tuturnya. (Ceng/San)

1 comment
Im no longer positive where you are getting your info, but great topic. I must spend a while finding out more or working out more. Thank you for great info I was in search of this info for my mission.