Cikalpedia
Opini

Jangan Potong TPP ASN, Ada Jalan Lain yang Lebih Bijak

Cikalpedia.id – Pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kembali menjadi isu yang sensitif di sejumlah daerah. Di tengah tantangan fiskal, langkah ini kerap dianggap sebagai solusi instan untuk menyeimbangkan anggaran. Namun, benarkah memangkas hak ASN adalah satu-satunya jalan?, Saya percaya, jawaban bijaknya tentu tidak.

Ketika kita berbicara tentang TPP, kita sedang menyentuh aspek kesejahteraan dan semangat kerja ribuan aparatur negara yang setiap hari melayani masyarakat. Pemotongan sepihak, apalagi tanpa komunikasi yang transparan, bukan hanya menurunkan motivasi, tapi juga menyisakan luka psikologis dalam hubungan antara ASN dan pemerintah daerahnya.

Padahal, jika mau jujur dan terbuka, masih ada banyak alternatif kebijakan yang lebih manusiawi, yang bisa ditempuh tanpa harus mengorbankan ASN sebagai tumpuan terakhir.

Alih-alih memotong, skema penundaan TPP bisa jadi pilihan yang lebih adil. ASN tetap menerima haknya secara penuh, hanya saja pencairannya diatur ulang, misalnya dibayar sebagian di akhir tahun anggaran. Cara ini memberi ruang fiskal tanpa menimbulkan kegaduhan atau rasa tidak dihargai.

Jika alasan pemotongan adalah efisiensi atau ketidaksesuaian beban kerja, maka solusinya bukan memangkas secara seragam. Evaluasi kinerja berbasis SKP justru bisa mendorong kualitas kerja yang lebih baik. ASN yang berkinerja baik berhak dihargai lebih, bukan disamakan.

Sebelum menyasar belanja pegawai, mari kita jujur: berapa banyak anggaran yang habis untuk rapat seremonial, perjalanan dinas, atau pengadaan yang bisa ditunda? Rasionalisasi belanja non-prioritas bisa menghemat miliaran rupiah. Tapi itu memang butuh keberanian politik, bukan sekadar kalkulasi akuntansi.

ASN yang tiap hari menjemput tugas, dari apel pagi sampai absen pulang, tiba-tiba harus legowo gajinya dipangkas. Alasannya demi menyelamatkan keuangan daerah yang “kritis”.

Baca Juga :  ASN Kemenag Diduga Langgar Netralitas, Terekam Pimpin Shalawat di Acara Parpol

Tapi, yang membuat miris: di tengah situasi darurat keuangan itu, anggaran pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD tetap aman sentosa. Tidak ada pemotongan. Tidak ada penundaan. Tidak ada solidaritas.


Kita sering dengar jargon “berbagi beban”, tapi entah kenapa beban itu selalu jatuh ke pundak ASN. Yang memotong bukan hanya TPP, tapi juga harapan dan martabat. Yang dipertahankan justru proyek-proyek aspirasi yang kadang tidak aspiratif asal ada nama “usulan dewan”.

Di atas kertas, semua bicara efisiensi. Tapi coba tengok lapangan, apakah masih ada kegiatan-kegiatan yang bisa ditiadakan?

Kalau memang benar kondisi keuangan sedang genting, mari adil, potong juga anggaran pokir, revisi kegiatan reses, dan batasi kunjungan-kunjungan “tak penting”. Jangan jadikan ASN tumbal keuangan, sementara dewan tetap jadi raja anggaran.

Ingat, solidaritas bukan berarti yang kecil terus disuruh berkorban, sementara yang besar terus berpesta.

Jangan lupa, ASN bukan sekadar nomor induk pegawai. Mereka adalah orang tua, pencari nafkah, dan pilar ekonomi keluarga. Ketika pendapatan mereka dipotong, bukan hanya kinerja yang terdampak, tapi juga kehidupan di rumah tangga mereka.

Jika kondisi keuangan benar-benar berat, bicarakan dengan jujur. Libatkan perwakilan ASN dalam diskusi. Paparkan data, buka ruang dialog. ASN bisa menerima jika mereka merasa dilibatkan dan dihormati. Yang menyakitkan adalah jika kebijakan diambil secara sepihak.

Menjalankan pemerintahan bukan hanya soal hitungan anggaran, tapi soal menjaga kepercayaan dan semangat kolektif. ASN adalah wajah negara di mata rakyat. Jika wajah ini kita sakiti, bagaimana mungkin pelayanan publik akan tersenyum?

Maka, sebelum memotong TPP, mari kita cari jalan yang lebih adil, lebih manusiawi, dan lebih solutif. Karena kadang, menjaga martabat orang-orang yang melayani, jauh lebih penting dari sekadar menyelamatkan angka-angka di neraca keuangan.

Baca Juga :  Arak-arakan Perpisahan Acep-Ridho di Titik Nol Kuningan, Refleksi Lima Tahun Kepemimpinan

ASN tidak sedang menolak berkorban. Mereka hanya ingin keadilan. Jika negara atau daerah sedang sulit, mereka bisa menerima kenyataan. Tapi jangan biarkan mereka sendirian memikul beban, sementara sebagian elit duduk di atas tumpukan proposal pokir yang gemuk.

Jangan sampai kelak ASN menuliskan sejarahnya sendiri:
“Kami yang bekerja, kami yang dikorbankan. Kami yang melayani, kami pula yang dikurangi.”

Hanya Opini by Bengpri

Related posts

Menjelang Purna Tugas, Bupati Acep Lantik 275 ASN Eselon II hingga IV

Cikal

Sri Laelasari Tembus 3.300 Suara, Siap Kembali ke DPRD

Cikal

Apa Ridho Resmi Dari PDIP, Petinggi DPP PDIP : Surat Tugas Belum Di Kasih

Cikal

Leave a Comment