“Memberi makan bukan hal buruk, tapi jika itu dijadikan satu-satunya pendekatan untuk membangun pendidikan, maka negara sedang menghindar dari pekerjaan rumah yang sesungguhnya,” ujar Fahrus.
Ia juga mengkritik pemanfaatan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN yang menurutnya habis di “meja makan”, ketimbang dipakai untuk investasi jangka panjang seperti pelatihan guru dan digitalisasi sekolah 3T.
Fahrus mendorong adanya evaluasi menyeluruh, termasuk audit independen terhadap pelaksanaan MBG. Ia bahkan menyarankan moratorium sementara hingga ada kepastian sistem pengawasan dan dampaknya terhadap mutu pembelajaran. “Kalau negara sungguh ingin mempercepat mobilitas sosial, maka bukan perut yang utama, tapi kepala yang harus diisi,” tutupnya. (ali)