Kebijakan Pemkab Kuningan untuk mengabadikan nama Kiyai Hasan Maolani, menurut Kyai Didin, juga mencerminkan komitmen membangun epistemic culture, budaya ilmu pengetahuan yang berakar pada sejarah.
Francis Bacon pernah berkata, “Knowledge itself is power.” Dengan menghidupkan kembali tokoh-tokoh inspiratif seperti Kiyai Hasan Maolani, masyarakat diajak untuk tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menjadikannya sebagai pijakan membangun masa depan.
Kuningan, lanjut Kyai Didin memiliki visi sebagai daerah yang agamis, dan memiliki tokoh seperti Kiyai Hasan Maolani adalah aset berharga. Ia bisa disejajarkan dengan nama-nama besar seperti Imam Bonjol, KH Hasyim Asy’ari, atau KH Abdul Halim Majalengka. Namun, perjuangan untuk mencapainya memerlukan dukungan kolektif, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Kyai Didin menyebutkan bahwa Masa Lalu sebagai Pijakan Masa Depan, Seperti kata sejarawan Stephen Ambrose, “Masa lalu adalah sumber pengetahuan dan masa depan adalah sumber harapan. Cinta masa lalu menyiratkan keyakinan akan masa depan.”
“Peresmian nama jalan ini adalah bukti bahwa Kuningan tidak melupakan sejarahnya. Semoga langkah ini menjadi awal bagi kebangkitan kesadaran sejarah yang lebih besar, sekaligus dorongan untuk menjadikan Kiyai Hasan Maolani sebagai pahlawan nasional,” ungkap Kyai Didin.
Terakhir Kyai Didin menegaskan bahwa Kuningan tidak hanya perlu melesat dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam menghargai jasa para pendahulunya. Dengan begitu, kemajuan yang dicapai akan memiliki akar yang kuat dan makna yang mendalam. (Red)