Cikalpedia
Opini

Pancasila: Konsepsi Abadi Bernegara Indonesia Raya

Dalam narasi agung Republik Indonesia, Pancasila berdiri sebagai mercusuar pemersatu. Kelahirannya merupakan kristalisasi pemikiran yang terukir dalam tiga momentum sejarah tak terpisahkan.

Titik Awal: Kelahiran Gagasan (1 Juni 1945)

Pada persidangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Bung Karno mengetukkan palu gagasan monumental. Dalam pidato bersejarah 1 Juni 1945, beliau memperkenalkan Pancasila sebagai philosophische grondslag—dasar filosofis—bagi Indonesia Merdeka. Lima sila yang beliau rumuskan bukan sekadar konsep, melainkan jiwa yang akan menyatukan nusantara. Tanggal inilah yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila, mengabadikan momen ketika konsepsi bernegara menemukan bentuknya.

Pemurnian Makna: Piagam Jakarta & Konsensus Kebhinekaan (22 Juni 1945)

Momentum kedua terukir melalui Panitia Sembilan dengan lahirnya Piagam Jakarta. Perdebatan sengit menyelimuti Sila Pertama, khususnya klausul “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”. Menyadari keagungan kemajemukan bangsa, terjalinlah dialog penuh kebijaksanaan. Atas semangat persatuan, rumusan itu dimurnikan menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”—sebuah konsensus luhur yang mengedepankan inklusivitas sebagai roh bangsa.

Pengukuhan Konstitusional: Penetapan Dasar Negara (18 Agustus 1945)

Sehari pasca Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menggelar sidang penentu. Di sinilah, 18 Agustus 1945, Pancasila dikukuhkan secara resmi sebagai dasar negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945—merangkum perjalanan panjang dari gagasan menjadi fondasi konstitusional.

Dari Ruang Pergerakan ke Panggung Dunia

Sebelum menjadi jiwa bangsa, benih Pancasila telah disemai Bung Karno dalam lingkup pergerakan di Surabaya, Bandung, Ende, dan Bengkulu. Penerimaan positif di tingkat akar rumput menguatkan keyakinannya untuk menawarkan konsepsi ini kepada negara. Pancasila tak hanya menjadi pandangan hidup (weltanschauung) dan norma dasar fundamental bangsa, melainkan juga diperkenalkan ke kancah global. Dalam Sidang Umum PBB (30 September 1960), melalui pidato “To Build The World A New”, Bung Karno menyatakan Pancasila sebagai Hogere Optrekking—elevasi luhur yang melampaui Manifesto Komunis maupun Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat.

Baca Juga :  Pendopo Ini Akan Jadi Lokasi Pelantikan Pejabat Eselon II, Terobosan Baru Atau....?

Refleksi Kekinian: Konsepsi vs. Pragmatisme

Memaknai kelahiran Pancasila adalah pengingat akan vitalnya visi dan konsepsi dalam bernegara. Sayangnya, praktik politik kontemporer acapkali terjebak dalam pragmatisme sempit dan demokrasi transaksional (50% + 1), mengabaikan kepentingan rakyat sebagai primus inter pares. Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama, telah mengingatkan: Kesetiaan pada Pancasila diukur melalui implementasi nyata Pasal 27(2), 31, 33, dan 34 UUD 1945—jaminan keadilan sosial, pendidikan, ekonomi kerakyatan, dan kesejahteraan.

Pemimpin sejati adalah negarawan yang mengedepankan konsepsi ideologis di atas kepentingan sesaat. Tanpa konsepsi, kepemimpinan kehilangan arah, membuka ruang bagi rekayasa demokrasi dan hukum. Indonesia memerlukan pemimpin yang, sebagaimana Soekarno, memegang teguh ideologi sebagai kompas menuju cita-cita nasional.

Penutup: Menghidupkan Kembali Jiwa Pendiri

Di hari lahir Pancasila ini, marilah kita jadikan momentum untuk merenungkan kembali warisan terbesar Sang Proklamator. Pemikiran Soekarno bukan sekadar dokumen usang, melainkan obor yang terus menyinari jalan Indonesia Raya. Sebagai generasi penerus, kewajiban kitalah untuk memastikan konsepsi agung ini tetap hidup dalam setiap denyut nadi kebijakan dan praktik berbangsa.

“Segala sesuatu harus dipimpin oleh ide, diilhami ide, dan diwujudkan oleh ide.”
— Ir. Soekarno

Kuningan, 1 Juni 2025
Uha Juhana
Ketua GMNI Kuningan (2003-2006)

Related posts

Menghidupkan Kembali Jejak Sang Ulama Pejuang: Refleksi atas Pengabdian Eyang Kiyai Hasan Maolani

Cikal

1.400 Sertifikat Tanah Dibagikan untuk UMKM dan Pembudidaya Ikan di Kuningan

Cikal

Hasil Kopi Melimpah, Subang Alami Krisis Air Bersih

Ceng Pandi

Leave a Comment