Perilaku ini menandakan lemahnya penghayatan terhadap nilai gotong royong, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Serta menunjukkan bahwa etika politik telah kehilangan pijakan di kedua sisi, baik penguasa maupun yang dikuasai. Bangsa ini seakan hanya menuntut pemimpin bersikap moral, tetapi lupa bahwa negara ini dibangun oleh rakyat pula.
Etika politik tidak boleh bersifat satu arah. Menurut filsuf politik John Locke, legitimasi kekuasaan berasal dari rakyat, sehingga tanggung jawab moral harus dibagi secara proporsional. Negara yang kokoh hanya lahir dari keseimbangan antara moral elite dan moral rakyat. Pancasila bukan hanya milik pejabat negara, tetapi milik setiap individu yang mengaku sebagai warga Indonesia. Oleh karena itu, keseimbangan antara pemerintah yang jujur dan rakyat yang berintegritas merupakan syarat mutlak bagi tegaknya etika politik yang sehat.
Pendidikan karakter berbasis Pancasila harus digencarkan sejak dini, tidak hanya di sekolah, tetapi juga melalui media, keluarga, dan komunitas. Gerakan seperti Revolusi Mental dan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dari Kemendikbud adalah langkah awal, namun perlu dievaluasi dan diperluas. Pejabat harus menjadi teladan etika, sementara rakyat harus aktif menjadi kontrol sosial. Etika politik bukan hanya urusan formal, tetapi soal nilai yang hidup dalam keseharian.
Pancasila adalah fondasi etika politik yang luhur, tetapi ia hanya akan hidup jika diterapkan secara adil dan merata. Bangsa ini harus berhenti saling menyalahkan, rakyat menyalahkan pejabat, pejabat menyalahkan rakyat. Sebaliknya, kita harus bercermin bersama. Ketika etika hilang dari dua sisi, arah bangsa pun akan kehilangan kompas. Saatnya kita berhenti hanya menuntut, dan mulai menjalankan.
Penulis: Astri Siti Fatonah; Mahasiswa Universitas Islam Al-Ihya Kuningan
1 comment
semoga menginspirasi para pejabat