Menyadari waktunya yang kian singkat sebagai Gubernur, Kang Emil menyampaikan bahwa kehadirannya di Kuningan adalah bentuk kecintaan dan penghormatan.
“Meskipun padat, saya menyempatkan datang ke sini sebagai kadeudeuh terakhir saya kepada masyarakat Kuningan,” ucapnya disambut tepuk tangan hadirin.
Ia menyampaikan pesan penting kepada warga Kuningan untuk terus menjaga nilai-nilai budaya Sunda dalam kehidupan sehari-hari. Empat pepatah Sunda pun ia titipkan:
- Hade goreng ku basa (jaga ucapan dalam suka maupun duka)
- Silih asih, silih asuh, silih wawangi (saling mengasihi, membimbing, dan menghormati)
- Batu turun keusik naek (rendahkan hati, angkat yang lemah)
- Caina herang, laukna beunang (buat keputusan jernih agar hasilnya baik)
Kang Emil juga mengajak masyarakat menjaga kondusivitas menjelang Pemilu, serta menghindari politik identitas dan provokasi. Ia berharap akan lahir pemimpin-pemimpin baru yang mampu meneruskan perjuangan mensejahterakan rakyat.
16 Guru Besar Asli Kuningan Dihormati
Menambah kemegahan acara, hadir pula 16 Guru Besar pituin (asli) Kuningan yang telah berkiprah di tingkat nasional hingga internasional dalam dunia pendidikan. Para akademisi ini kemudian dijamu di Pendopo Kuningan setelah shalat Jumat sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan kontribusi mereka bagi daerah.
Penutup yang Hangat untuk Jejak Pemimpin
Paripurna Hari Jadi ke-525 menjadi bukan hanya panggung sejarah, tetapi juga panggung perpisahan yang penuh makna. Perjalanan Kang Emil sebagai Gubernur dan Acep–Ridho sebagai kepala daerah Kuningan, hari itu disatukan dalam satu benang merah: cinta dan pengabdian pada rakyat.
Sebagaimana pepatah yang diucapkan Kang Emil:
“Caina herang, laukna beunang.”
Semoga yang ditinggalkan adalah kejernihan, dan hasilnya, kesejahteraan untuk semua.