“Transformasi angklung pentatonis ke diatonis terjadi di Citangtu, oleh tokoh Kuningan. Ini bukan cerita Jawa Barat saja, tapi cerita Indonesia,” ucap Iip.
Iip juga menyinggung pentingnya momen ini untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, sekaligus bagian dari ikhtiar menjadikan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan. Salah satu langkahnya yakni menyusun muatan lokal Gunung Ciremai dalam kurikulum pendidikan.
Sekda Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, turut menegaskan bahwa mencintai angklung adalah mencintai alam dan budaya.
“Moal apal bakal, mun teu apal asal. Ini adalah asal-usul angklung. Merawat tradisi ini berarti merawat jati diri daerah,” tegas Dian, yang pernah menggagas Festival Angklung Kuningan.
Kemeriahan Gebyar Angklung kali ini bukan hanya selebrasi budaya, tapi seruan untuk melestarikan identitas Kuningan di tengah arus globalisasi. Ribuan pelajar yang memainkan angklung seolah menyuarakan: “Kami siap jaga warisan!” (ali)