JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap isu sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan. Komitmen Presiden untuk memberantas korupsi dan menertibkan tata kelola pertambangan kini menuntut dukungan penuh dari semua pihak, mulai dari kementerian, pemerintah daerah, hingga lembaga penegak hukum.
Sektor pertambangan, yang menghasilkan sumber daya mineral dan batubara melimpah, memang merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Namun, seperti yang ditegaskan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, kekayaan ini tidak boleh hanya dinikmati segelintir pihak dengan cara yang salah, yang berujung pada kerugian lingkungan, masyarakat, dan keuangan negara.
“Beliau berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan, Panglima TNI, dan Wakil Panglima TNI karena beliau ingin mendapatkan update berkenaan dengan masalah pertahanan dan terutama laporan sekembalinya beliau semua dari Morowali (terkait isu tambang ilegal),” kata Prasetyo Hadi usai rapat terbatas (ratas) bersama sejumlah menteri di kediaman Presiden Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak dalam mewujudkan tata kelola pertambangan yang lebih baik, agar SDA Indonesia bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dirasakan oleh rakyat, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Komitmen pengawasan ini sangat penting dalam menjaga keberlanjutan industri ini.
Komitmen pemerintah di daerah menjadi pilar penting dalam melakukan pengawasan. Provinsi Jawa Barat, misalnya, baru-baru ini telah menerbitkan 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru. Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono, memastikan bahwa mayoritas IUP tersebut merupakan IUP perpanjangan, bukan izin bagi perusahaan tambang baru.
Bambang menegaskan, penerbitan IUP perpanjangan dilakukan dengan persyaratan dan pengawasan yang lebih ketat, serta memperhatikan aspek lingkungan, tata ruang, dan dampaknya terhadap masyarakat langsung.
“Mayoritas merupakan IUP perpanjangan, namun dengan persyaratan dan pengawasan yang lebih ketat. Persyaratannya kini lebih ketat dan diawasi oleh pemerintah daerah dengan supervisi dari provinsi,” tegas Bambang, menunjukkan adanya upaya self-correction di tingkat provinsi dalam manajemen perizinan.
Kemudian, penertiban tata kelola pertambangan untuk mencegah praktik-praktik curang di industri ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dan komitmen kuat dari penegak hukum. Publik menuntut penegakan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi.
Hal ini disorot tajam dalam kasus korupsi tambang nikel di lahan milik PT Antam, Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sultra. Kasus ini ditaksir telah merugikan keuangan negara hingga Rp5,7 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi pertambangan terbesar. Dalam kasus ini, PT LAM menggunakan dokumen palsu agar seolah-olah nikel berasal dari wilayah pertambangan lain.
