Cikalpedia
Opini

“Tumbuh dari Bawah”: Membaca Ulang Polemik HMI-PMII

Fahrus Zaman Fadhly

Daripada mengatakan “kami berbeda”, mungkin lebih baik kita ucapkan “kami saling melengkapi”. Daripada mempertanyakan legitimasi, lebih baik kita duduk bersama merancang agenda bersama. Karena pada akhirnya, ukhuwah islamiyyah bukan tentang keseragaman, tapi tentang kemampuan merayakan perbedaan dalam bingkai persaudaraan.

Pelajaran terbesar dari polemik ini adalah bahwa kedewasaan berorganisasi diukur dari kemampuan kita membaca maksud baik dibalik setiap kritik, menemukan benang merah di balik perbedaan, dan yang terpenting – tetap menjaga adab perbedaan pendapat. Seperti kata bijak, “Kita boleh berbeda cara asal tidak berbeda tujuan.”

Dari alam nun jauh di sana. Cak Nur dan Mahbub Junaidi, dua tokoh HMI yang tumbuh dalam taman NU berpesan pada kita: “Organisasi itu seperti pohon. Akarnya harus kuat di tanah, tapi dahannya harus lapang menerima angin dari segala penjuru. Kita boleh berbeda cara, asal tidak berbeda tujuan.”  

Daripada memperdebatkan siapa yang lebih “asli”, mari kita menyingsingkan lengan untuk kerja-kerja konkret membangun negeri. PMII dengan akar rumputnya, HMI dengan tradisi intelektualnya – keduanya adalah anugerah untuk gerakan Islam Indonesia.

Mari kita akhiri dengan semangat baru: tidak lagi bertanya “Dari mana asalmu?” tapi “Mau ke mana kita bersama?” Karena masa depan umat ini terlalu berat untuk dipikul sendirian, tapi akan ringan ketika kita pikul bersama-sama. Inilah hakikat sebenarnya dari “tumbuh dari bawah” – bahwa kita semua, tanpa terkecuali, adalah bagian dari proses pertumbuhan yang sama.

Sejarah akan mencatat: organisasi yang besar bukan yang paling keras meneriakkan identitasnya, tapi yang paling ikhlas mengabdi untuk umat. Karena ukhuwah yang sejati bukan tentang dari mana kita mulai, tapi ke mana kita bersama-sama melangkah.

Akhir kata, “tumbuh dari bawah” bukanlah slogan untuk memisahkan, melainkan pengingat bahwa semua pohon besar—seperti semua organisasi besar—berawal dari biji yang kecil. Tugas kita sekarang adalah memastikan bahwa pertumbuhan itu tidak hanya meninggikan diri sendiri, tetapi juga memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.

Karena pada akhirnya, ukuran sebuah organisasi bukan pada seberapa dalam akarnya mencengkeram tanah, tetapi pada seberapa rindangnya ia memberi teduh bagi yang membutuhkan.

Penulis: Fahrus Zaman Fadhly, Pegiat Linguistik & Pengurus Harian Majelis Nasional KAHMI

Related posts

Momen Penting Pembagian Rapor MI PUI Cipari

Ceng Pandi

Job Fair, Harapan Pencari Kerja atau Ajang Promosi Lembaga Pelatihan dan Perusahaan Penyalur Naker?

Cikal

Menghidupkan Kembali Jejak Sang Ulama Pejuang: Refleksi atas Pengabdian Eyang Kiyai Hasan Maolani

Cikal

Leave a Comment