Cikalpedia
Napak Tilas

Mapag Sri: Menyambut Padi, Merayakan Syukur

Foto : Indramayu kab.go.id

Indramayu – Di hamparan sawah yang mulai menguning, angin mengayun pelan bulir-bulir padi yang sebentar lagi akan dipanen. Di balik suasana yang menenangkan itu, tersimpan satu tradisi luhur yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Jawa dan Sunda: Mapag Sri. Sebuah upacara adat yang bukan hanya tentang panen, tetapi tentang harapan, kebersamaan, dan rasa syukur kepada Sang Pemberi Hidup.

Filosofi Menjemput “Sri”

Mapag Sri berasal dari bahasa Jawa halus: mapag berarti menjemput, dan Sri adalah personifikasi dari padi — simbol kemakmuran, kesejahteraan, dan berkah kehidupan. Dalam kepercayaan masyarakat agraris, padi bukan sekadar tanaman pangan, melainkan makhluk hidup yang sakral, yang harus dihormati.

Maka saat masa panen tiba, masyarakat tidak serta-merta memanen begitu saja. Mereka lebih dulu ‘menjemput’ padi dengan penuh penghormatan, melalui serangkaian upacara yang sarat makna spiritual dan budaya. Inilah Mapag Sri.

Namun menariknya, Mapag Sri tidak selalu dilaksanakan setiap tahun. Ada kalanya upacara ini ditiadakan karena hasil panen yang buruk, kondisi ekonomi warga yang sedang sulit, atau situasi keamanan yang tidak mendukung. Karena itu, saat Mapag Sri bisa digelar, momen ini menjadi sangat istimewa.

Tidak Sekadar Panen, Tapi Doa dan Harapan

Upacara Mapag Sri biasanya digelar menjelang panen raya, ketika bulir padi sudah mulai merunduk keemasan. Masyarakat desa akan berkumpul dalam sebuah ritual yang dipimpin oleh sesepuh atau tokoh adat. Ada iring-iringan, doa bersama, sesajen, bahkan kadang diiringi kesenian tradisional seperti wayang, gamelan, atau tari-tarian rakyat.

Musyawarah dan Gotong Royong

Related posts

Uniku Gelar Desiminasi KKN 2025: Sinergi Desa Tangguh dan Universitas Unggul

Alvaro

Atlet Kuningan Curhat ke Bupati: “Kami Tak Punya Bapak!”

Cikal

Dian : Kuningan Komitmen Wujudkan Swasembada Pangan Nasional

Cikal

Leave a Comment