Kunjungan tersebut merupakan rangkaian silaturahmi setelah pertemuan sebelumnya antara Tim Jaladri Riset dan keluarga besar Keraton Kasepuhan Cirebon dalam rangka verifikasi data sejarah. Dalam kesempatan sebelumnya, tim Jaladri diterima adik Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat atau Sultan Sepuh XIV, serta Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat.
Pertemuan yang digelar di Balai Desa Cilaja kali ini, turut dihadiri Ketua Dewan Kebudayaan Kuningan, Dodo Suwondo dan sejumlah stakeholder atai tokoh lainnya.
Pangeran Raja Goemelar Soeryadiningrat menjelaskan, kunjungannya ke Cilaja bertujuan meninjau langsung situs-situs yang diyakini memiliki keterkaitan historis dengan perjalanan para leluhur Cirebon.
“Saya datang untuk meninjau situs Kebon Balong di Desa Cilaja secara langsung. Mudah-mudahan situs ini dapat dijaga dan dilestarikan, karena memang ada keterkaitan perjalanan sejarah dengan Cirebon,” ujar Mama Patih, sapaan akrabnya.
Mama Patih juga menceritakan pengalamannya saat menunaikan salat duhur di Masjid al-Hidayah Desa Cilaja sebelum meninjau Kebon Balong atau Situ Cimanangga. Dari sanalah ia mendapatkan informasi terkait petilasan Mbah Kuwu Sangkan dan Pangeran Panjunan, yang menurutnya semakin memperkuat dugaan adanya jejak perjalanan tokoh-tokoh penting Cirebon di wilayah Cilaja.
Terkait Kebon Balong yang memiliki mata air alami dan dalam tradisi lisan dikaitkan dengan persinggahan tokoh-tokoh dari masa Prabu Siliwangi hingga Cakrabuana. Pihaknya menilai kawasan tersebut kemungkinan besar merupakan titik pertemuan atau persinggahan para leluhur saat itu.
“Mudah-mudahan ke depan semua dapat menjaga peninggalan leluhur kita bersama. Jangan sampai hilang karena tidak dilestarikan atau tidak dijaga,” harapnya.
Ketua Tim Jaladri Riset, Tito Yulianto, menegaskan kajian sejarah harus mengedepankan riset yang terukur, berbasis data, dan tetap menghargai tradisi lisan masyarakat.
“Kawasan Kebon Balong dan situs-situs lain di Cilaja memiliki nilai historis yang kuat. Mulai dari narasi masyarakat tentang singgahan Prabu Siliwangi, jejak era Cakrabuana dan Syech Panjunan, hingga relasi genealogis Pangeran Kertadiningrat dengan keturunan Panembahan Girilaya,” tegas Tito.
Ia menilai temuan-temuan awal itu menunjukkan adanya jaringan perjalanan budaya dan sejarah antara Cirebon dan Cilaja, yang berpotensi membuka babak baru dalam pemetaan jejak peradaban lokal
ia juga berharap kolaborasi antara masyarakat, pemerintah desa, dan para pemangku adat dapat memperkuat upaya pelestarian kawasan bersejarah tersebut.
“Tugas kami bukan hanya menelusuri jejak sejarah, tetapi memastikan agar warisan ini tetap hidup dan dipahami generasi berikutnya dan kami berharap seluruh pihak dapat menjaga dan merawat situs ini secara berkelanjutan,” harap Tito. (Icu)
