Lebih ironis lagi, lanjutnya, tiga nama terbaik ASN hasil seleksi ketat sebelumnya justru dianulir. Mereka adalah kader birokrasi yang tumbuh dari kepemimpinan Bupati Kuningan, Dr. Dian Rachmat Yanuar, ketika menjabat Sekretaris Daerah (Sekda).
“Dengan diulangnya proses, Bupati sedang berjalan membangun tatanan birokrasi dengan selera. Suka dan tidak suka bukan standar objektif birokrasi. Ini berbahaya bagi iklim dan budaya birokrasi di Kuningan di tengah pergejolakan masalah TPP ASN,” tuturnya.
Karena itu, Sadam menegaskan, narasi legalitas yang dibawa Ansor tidak cukup. Trust publik tidak dibangun dengan pemborosan dan selera personal, tetapi dengan akuntabilitas, transparansi, dan penghargaan terhadap proses yang sudah sah. (Ceng)