Cikalpedia
”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s ”site’s
Opini

Dilema Ruang, Kuasa, dan Masa Depan yang Dijual

Fillah Ahmad Fuadi

Ironi terbesar muncul ketika pemerintah mengeklaim pembangunan ini pro-pertumbuhan. Padahal literatur ekonomi lingkungan sudah tegas, merusak kawasan resapan berarti menghancurkan fondasi ekonomi itu sendiri. Air, tanah, dan tutupan hijau bukan ornamen ekologis, hal itu adalah infrastruktur dasar yang menopang seluruh aktivitas ekonomi. Mengorbankannya demi perumahan adalah tindakan yang merusak syarat tumbuh yang justru ingin dikejar.

Karena itu pemerintah harus sigap dan tegas. Pertama, hentikan seluruh izin perumahan sampai RTRW dan RDTR diperbarui dengan metode ilmiah dan keterlibatan publik nyata. Kedua, revisi RTRW 2026 harus menjadi forum deliberatif yang sesungguhnya, bukan panggung formalitas birokratis.

Ketiga, arah pembangunan Kuningan harus beralih ke paradigma regeneratif, yaitu kota kompak, revitalisasi ruang terbangun, dan perlindungan mutlak kawasan lindung tanpa celah negosiasi.

Kuningan sedang dipaksa masuk ke persimpangan sejarah. Pemerintah mungkin mengemasnya sebagai “peluang”. Namun publik yang memahami realitas ruang sangat paham bahwa hal ini bukan peluang. Sebaliknya, merupakan risiko sistemik. Pembangunan bisa dinegosiasikan, sementara kerusakan ekologis tidak. Dan tidak ada masa depan yang bisa diselamatkan jika hari ini pemerintah memilih untuk menutup mata terhadap hukum ekologis yang tak pernah bisa dinegosiasi oleh jabatan mana pun.[]

Penulis: Fillah Ahmad Abadi, Mahasiswa Kuningan

Baca Juga :  Tahun Ular Kayu Datang, Shio Ini Harus Hati-Hati!

Related posts

Curi Motor di Kandang Ayam, Pemuda Kuningan Dibekuk Polisi

Cikal

Sebelum Diretas, Dian Mengaku WA Sempat Eror

Ceng Pandi

KLHK dan HRA Dorong Kuningan Utara Jadi Percontohan Sampah

Alvaro

Leave a Comment