KUNINGAN – Menjelang berakhirnya masa jabatan Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan pada 25 Agustus 2025, publik mulai menaruh perhatian pada siapa sosok yang akan mengisi kekosongan tersebut. Proses penetapan Sekda definitif belum juga tampak, baik melalui mekanisme open bidding maupun talent pool. Di tengah dinamika birokrasi yang terus bergerak, jabatan Sekda tak bisa dibiarkan kosong terlalu lama.
Menurut Pengamat Kuningan, Sujarwo bahwa Sekda, terutama Penjabat Sekda, bukan sekadar pengisi kekosongan administratif. Ia adalah pengendali irama birokrasi, penjaga stabilitas arah pembangunan, sekaligus pengawal proses seleksi Sekda definitif agar berjalan adil, bersih, dan bebas konflik kepentingan.
Dalam situasi ini, lanjut Mang Ewo sapaan akrab Sujarwo, pemilihan Penjabat Sekda menjadi krusial. Sosok yang ditunjuk harus tidak memiliki ambisi jabatan definitif. Netralitas adalah harga mati.
“Sebab, jika Penjabat Sekda justru mencalonkan diri dalam seleksi Sekda definitif, publik akan mempertanyakan integritasnya. Persepsi publik bisa tercoreng, meski secara hukum prosesnya sah,” ujar Mang Ewo
Mang Ewo menilai ada tiga syarat utama yang seharusnya dimiliki calon Penjabat Sekda, yaitu mampu menjalankan fungsi strategis Sekda secara optimal; kemudian bisa menjaga irama kerja dan semangat kolaboratif bersama Bupati dan Wakil Bupati dalam mewujudkan visi “Kuningan Melesat”; dan tidak memiliki konflik kepentingan dalam proses seleksi Sekda definitif.
Merujuk Surat Edaran Menteri PAN-RB Nomor 10 Tahun 2023, masih Mang Ewo, usia maksimal calon Sekda definitif adalah 58 tahun. Dari situ, muncul dua kelompok calon Penjabat Sekda yaitu pejabat senior di atas 58 tahun yang sudah tidak bisa mencalonkan diri, seperti Ade Nurdiyanto, Usep, Laksono, Toto, Putu, Ahmad Juber, Dadi, dan Ucu.
Lalu ada pejabat JPT Pratama di bawah 58 tahun yang secara usia masih mungkin ikut seleksi, namun bisa menyatakan tidak akan mencalonkan diri demi menjaga netralitas.
“Kelompok kedua menjadi sorotan karena dianggap lebih energik, progresif, dan selaras dengan semangat kerja cepat yang diusung kepala daerah. Beberapa nama yang disebut antara lain U. Kusmana, Budi Alimuddin, Guruh Irawan Zulkarnaen, Dudi Pahrudin, dr. Deki Saepullah, Deden Kurniawan Sopandi, Agus Basuki, Wahyu Hidayah, Susi, Toni Kusmanto, Wawan, dr. Edi Martono, Nurahim, Deniawan, Deni Hamdani, Muthofid, Elon Carlan, dan Purwadi Hasan Darsono,” jelas Mang Ewo.
Namun Mang Ewo bertanya, adakah dari mereka yang secara terbuka menyatakan tidak akan ikut seleksi Sekda definitif?. Dari hasil penelusuran, hanya satu sosok yang dengan tegas menyatakan komitmennya untuk tidak mencalonkan diri sebagai Sekda definitif tahun ini yaitu Dr. Wahyu Hidayah, M.Si.
“Komitmen ini menjadi pembeda penting. Dalam birokrasi yang kerap dihiasi ambisi, sikap Wahyu Hidayah menunjukkan kedewasaan dan integritas tinggi. Ia tidak mengejar jabatan, melainkan pengabdian,” ujar Mang Ewo.
Menurut Mang Ewo, Wahyu bukan nama baru dalam birokrasi Kuningan. Ia memiliki rekam jejak panjang dan lintas sektor, diantaranya Kepala Bidang Ekonomi dan lebih dari satu dekade di Bappeda Kuningan, kemudian Kepala Bagian Humas dan Protokol, lalu Kepala Bagian Administrasi Pembangunan, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kuningan, dan kini menjabat sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian.
“Kapasitas teknokratik dan kemampuan manajerialnya dinilai mumpuni. Ia piawai membangun sinergi antarorganisasi perangkat daerah dan adaptif terhadap percepatan visi Pembangunan,” kata Mang Ewo.
Penunjukan Dr. Wahyu Hidayah sebagai Penjabat Sekda, bagi Mang Ewo, bisa menjadi jawaban atas keresahan publik. Dalam waktu tiga bulan masa jabatan pun, Penjabat Sekda tetap dituntut memberi legacy. Bukan sekedar “menunggu waktu”, tetapi memanfaatkan momentum untuk membenahi sistem dan membangun fondasi yang sehat bagi Sekda definitif nantinya.
“Kini, keputusan berada di tangan Bupati Kuningan. Akankah memilih sosok yang sekadar senior, atau figur yang benar-benar siap bekerja, netral, dan memberi dampak positif bagi roda pemerintahan. Dalam semangat Kuningan Melesat, publik menanti keberanian, ketegasan, dan kejernihan sikap dari pemegang kewenangan,” ungkap Mang Ewo. (ali)
