Dedi juga menambahkan, selama masa kepemimpinannya, Pemprov Jabar mulai fokus membangun ruang kelas baru, khususnya di tingkat SMA. Ia mengklaim telah membangun 38 unit ruang kelas, jauh lebih konkret daripada alokasi belanja sebelumnya yang lebih banyak terserap untuk teknologi informasi.
“Kan sebelumnya belanjanya banyak ke TI. Sekarang, kita baru bangun ruang kelas yang banyak,” imbuhnya.
Sebelumnya, Atalia menilai kebijakan menaikkan kapasitas kelas hingga 50 siswa sangat tidak ideal, baik untuk guru maupun murid. Ia menyebut 25 siswa per kelas adalah jumlah yang manusiawi, sementara 36 siswa adalah batas maksimal yang ditentukan kementerian.
Di tengah panasnya polemik, Dedi memilih tidak terjebak dalam perdebatan personal. Ia mengarahkan perhatian publik pada inti masalah: kekurangan ruang belajar. Di saat kritik datang dari mereka yang pernah berada dalam lingkar kekuasaan, Dedi justru menyodorkan fakta lapangan dan solusi konkret.
Polemik ini memperlihatkan bahwa politik pendidikan tak hanya soal angka dan regulasi, tapi juga soal kesadaran membenahi warisan masa lalu. Dan dalam hal ini, Dedi tampaknya tidak sekadar menjawab, tapi menyentil dengan senyum dan kerja nyata. (Beng)