KUNINGAN – Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Kuningan menyuarakan kritik keras terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024. Dalam sidang paripurna yang digelar awal pekan ini, fraksi berlambang kepala banteng itu menyebut anggaran daerah telah kehilangan roh keberpihakannya kepada rakyat.
“APBD tidak boleh sekadar angka. Ini soal keberanian politik dalam menyejahterakan masyarakat,” tegas juru bicara Fraksi PDI Perjuangan Rana Suparman.
Lebih dari sekedar kritik teknis, pernyataan Rana ini berubah menjadi semacam otokritik sosial. Mereka menyebut APBD Kuningan saat ini ibarat tubuh besar tanpa urat nadi, gemuk dalam struktur, lemah dalam dampak.
PAD Tak Optimal, Rakyat Justru Diperas?
Salah satu sorotan utama adalah soal Pendapatan Asli Daerah (PAD). Rana menyebut, selama ini PAD digarap setengah hati dan bahkan menjurus membebani masyarakat kecil.
“Bukan zamannya lagi rakyat dijadikan ATM pemerintah,” ungkap Rana
Maka Fraksi PDI Perjaungan menuntut audit total terhadap sumber PAD, terutama di sektor pertambangan rakyat, pariwisata desa, dan retribusi yang dinilai berpotensi besar tapi minim sentuhan kebijakan.
“Buka semua data! Sudah saatnya PAD tidak ditopang oleh skema tarik pungut, tapi melalui pemberdayaan riil dan adil,” tegas Rana
Ketahanan Pangan di Titik Nadir
Di sektor ketahanan pangan, kritik Fraksi PDI Perjuangan makin tajam. Mereka menyebut sektor vital ini tak kunjung mendapat perlakuan istimewa dalam alokasi anggaran.
“Petani masih kelimpungan cari pupuk. Pemerintah di mana? Apakah menunggu petani beralih profesi baru sadar pangan itu urusan strategis?” ujar Rana
Rana menyebutkan bahwa Fraksi PDI Perjuangan juga mempertanyakan minimnya program diversifikasi pangan lokal dan penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai motor distribusi hasil tani.
“Mengapa tidak ada pelatihan intensif petani organik di tiap desa? Ke mana arah pembangunan pangan Kuningan sebenarnya?” ujar Rana.
Pembangunan Tak Merata, Infrastruktur Dinilai Elitistis
PDI Perjuangan juga menuding pembangunan infrastruktur masih elitis dan terpusat di kota. Wilayah pinggiran, menurut mereka, hanya dijadikan ‘paragraf penutup’ dalam perencanaan.
“Di banyak desa, jalan tani hancur. Jembatan antarsentra ekonomi mangkrak. Tapi di kota, pedestrian mulus dan tugu-tugu artistik berdiri gagah,” sindir Rana
ASN Harus Humanis, Bukan Robot Ber-SK
Dalam soal pelayanan publik, Fraksi PDI Perjuangan menuntut pendekatan yang lebih empatik dan humanis dari aparatur sipil negara.
“Melayani bukan cuma soal prosedur, tapi soal hati. ASN tak cukup hanya paham SOP, mereka harus mengerti detak nadi rakyat,” kata Rana
Rana juga menyesalkan minimnya pelatihan berbasis digital bagi masyarakat yang belum melek teknologi.
“Di era serba digital, rakyat jangan dibiarkan gaptek. Itu tanggung jawab negara!” ujar Rana
Transparansi Masih Klise, Temuan BPK Belum Tuntas
Selain itu, Rana juga menyebut bahwa transparansi dan akuntabilitas juga menjadi sasaran kritik.
“Publikasi laporan anggaran masih bersifat elitis. Rakyat desa tak tahu-menahu kemana uang daerah dibelanjakan,” ungkap Rana.
Untuk itu, Rana mendesak agar temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditindaklanjuti secara tegas dan terbuka.
“Jangan lagi ada kasus TGR yang tak jelas ujungnya. Ini soal marwah APBD sebagai amanat rakyat!” ungkap Rana.
Di akhir pernyataan politiknya, Rana yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan seruan moral, bahwa jadikan APBD bukan sekedar dokumen keuangan, tapi alat perjuangan rakyat.
“Jangan biarkan APBD jadi monumen formalitas tahunan. Ini harus menjadi jantung kebijakan yang menghidupkan nadi rakyat Kuningan. Kita butuh keberanian, bukan sekadar kepatuhan,” jelas Rana. (red)
