KUNINGAN – Sorotan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) terusengalir dari berbagai pihak. Salah satunya disampaikan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kuningan.
Wakabid Ideologi dan Politik GMNI Kuningan, Ubaidilah menerangkan, tragedi keracunan massal yang menimpa ratusan pelajar di Kabupaten Kuningan bukan sekedar kasus tunggal di Kecamatan Luragung, melainkan cerminan sakitnya sistem pengawasan dan manajemen mutu program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Ini bukan sekadar nasi basi atau dapur yang kotor! Ini tanda bahwa program MBG sedang sakit. Sakit karena ketamakan, sakit karena kelalaian, dan sakit karena kehilangan ruh pengabdian,” tuturnya.
Menurutnya, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai titik telah dipaksa bekerja melampaui kapasitas aman, dengan alat seadanya dan tanpa standar keamanan pangan yang layak.
“Skala produksinya menyerupai pabrik industri, tapi pengawasannya jauh di bawah standar manusiawi,” katanya.
Tidak hanya itu, menurutnya, lemahnya pengendalian suhu dan waktu distribusi makanan menjadi faktor pemicu utama.
“Kalau aspek dasar keamanan pangan diabaikan, maka keracunan bukan lagi kecelakaan, tapi konsekuensi dari sistem yang lalai dan keserakahan yang menutup mata terhadap keselamatan rakyat,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebagian besar dapur SPPG di Kuningan belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan tidak menerapkan standar internasional seperti HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang wajib dalam produksi makanan skala besar.
“Jika negara abai terhadap syarat-syarat dasar keselamatan pangan, maka negara telah gagal menunaikan tanggung jawabnya pada anak-anak bangsa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, menurutnya, kelemahan koordinasi antar dinas mulai dari Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, hingga Satgas MBG yang memperparah situasi di lapangan.
“Negara ini tidak boleh bekerja seperti kapal tanpa nakhoda! Jika lintas sektor tidak bersatu, maka rakyatlah yang akan karam di tengah ombak ketidakteraturan,” ujarnya.
Ia mendesak Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk segera melakukan audit higienitas dapur, uji laboratorium menyeluruh, serta pembenahan sistem distribusi sebelum program kembali dijalankan.
“Program ini berniat baik, tapi pelaksanaannya masih seperti anak kecil belajar berjalan terburu-buru, jatuh, dan menimpa yang paling lemah,” tandasnya.
Ia juga menyerukan agar pemerintah membuka transparansi penuh kepada publik, mulai dari asal makanan, penyedia jasa, hingga mekanisme pengawasan. “Rakyat berhak tahu! Jangan jadikan program bergizi ini sebagai proyek berisiko yang dijalankan tanpa tanggung jawab,” pungkasnya. (Icu)