Klaim Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pertumbuhan ekonomi Kuningan pada Triwulan II 2025 mencatatkan angka fantastis 10,4 persen dan tertinggi di Pulau Jawa, tentu bukanlah sebuah kebetulan. Respons keras datang dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuningan, yang mencoba mereduksi pencapaian gemilang ini menjadi “semu” sekadar angka statistik yang tidak berhubungan dengan kenyataan rakyat.
Lalu, mari kita bertanya, apa sebenarnya yang dimaksud oleh Ketua DPRD Kuningan ini dengan “semu”?
Bagi saya kemajuan pertumbuhan ekonomi Kuningan bukan isapan jempol semata, karena masih ingat sebelumnya Kuningan menduduki 14 besar Nasional sebagai kabupaten paling maju di Indonesia berdasarkan Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang dikeluarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Mei 2025.
BPS maupun BRIN merupakan lembaga kredibel negara, mereka melakukan sebuah riset dengan indikator dan metodologi yang ilmiah. Jangan meremehkan dengan narasi seolah-olah pertumbuhan tersebut tidak berhubungan dengan rakyat kecil. Come On Ketua DPRD Kuningan.
Ketua DPRD Kuningan seharusnya memahami bahwa hasil riset akademik atau statistik, seperti yang disajikan oleh BPS, tidak dapat diuji di ruang publik seperti sebuah opini politik, melainkan diuji melalui metodologi ilmiah yang ketat. BPS dan lembaga riset lainnya memiliki kredibilitas dalam menggunakan indikator dan metodologi yang sah untuk menghasilkan data yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sayangnya, bukannya berdiskusi secara konstruktif dalam ranah akademik, melakukan dialog berbasis data, beliau justru sedang membangun framing yang tidak didasarkan pada pemahaman yang mendalam tentang metodologi riset.
Data hasil BPS tersebut bisa dengan mudah dipahami sebagai ancaman bagi mereka yang terbiasa dengan narasi stagnasi yang ada di Kuningan. Dengan segala hormat, beliau lebih memilih untuk membangkitkan keraguan daripada menggali potensi besar yang tengah terbangun. Mengkritik pertumbuhan ekonomi dengan menyebutnya “semu” hanya karena ada kemiskinan ekstrem di beberapa titik Kuningan adalah cara pandang yang sempit.
Kita semua tahu bahwa pembangunan itu tidak instan. Pertumbuhan ekonomi, yang bersifat kumulatif dan berkelanjutan, tentunya memerlukan waktu untuk benar-benar meresap ke lapisan masyarakat bawah. Jika hari ini kita fokus pada investasi dan kerja kerja produktif, jangan lupakan bahwa besok hasilnya akan terlihat dalam bentuk peningkatan lapangan kerja, daya beli masyarakat, dan harga barang yang lebih terjangkau.
Tentang masalah harga bahan pokok, bukankah kita sudah paham bahwa ini bukan masalah lokal semata? Mengingatkan kembali, bahwa kenaikan harga bahan pokok adalah fenomena global yang dipengaruhi oleh banyak faktor eksternal, Inflasi global, ketergantungan terhadap impor, dan faktor-faktor eksternal lainnya jelas memiliki peran besar bukan semata-mata akibat kebijakan pemerintah daerah. Kritik terhadap harga barang tanpa menyebutkan konteks global dan domestik hanyalah kritik yang tidak berimbang.
Dan kini, pertanyaannya adalah: apakah kita akan membiarkan narasi skeptis menghambat proses ini hanya karena segelintir pihak yang tidak mampu melihat kenyataan yang sedang berkembang? Alih-alih meragukan pencapaian ini, lebih baik duduk bersama pemerintah daerah dan berkolaborasi untuk memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi ini bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, tanpa harus mengorbankan integritas data dan statistik yang sah.
Sebagai catatan penutup, mari kita akui bersama: lebih baik memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi, meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, daripada terjebak dalam narasi pesimistis yang tidak akan mengubah apapun. Saatnya untuk menghentikan keraguan yang tidak produktif dan bersama-sama mengoptimalkan potensi yang ada. []
Penulis: Muhammad Faizal Ramadhan, Aktivis Muda Kuningan
