Cikalpedia
Politik

Kuningan Belum Layak Anak: PR Panjang Perlindungan Generasi Muda

KUNINGAN – Di tengah klaim berbagai kemajuan pembangunan, ada satu predikat yang belum berhasil disandang Kabupaten Kuningan yaitu Kabupaten Layak Anak (KLA). Predikat yang diberikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ini bukan cuma penghargaan, melainkan penanda bahwa suatu daerah telah menempatkan perlindungan anak sebagai prioritas utama.

Di Kuningan, realitasnya masih jauh dari harapan. Anak-anak belum sepenuhnya terlindung dari kekerasan, diskriminasi, dan risiko pernikahan dini. Fasilitas pendukung tumbuh kembang seperti sekolah ramah anak dan kawasan tanpa rokok pun belum merata. “Predikat KLA bukan untuk gaya-gayaan. Itu cermin martabat daerah,” kata Anggota DPRD Kuningan, Yaya.

Data evaluasi Kemen PPPA, lanjut Yaya, menunjukkan Kuningan tertinggal di sejumlah indikator. Nilai perkawinan anak baru 31,5 dari target 62,5 (50,4 persen). Kawasan tanpa rokok hanya mencapai 13,25 (37,9 persen), sekolah ramah anak 58 persen, penanganan anak berhadapan dengan hukum 43 persen, anak korban kekerasan atau eksploitasi 49,8 persen, dan desa layak anak 45,3 persen.

Menurut Yaya dari Fraksi PKS itu angka-angka itu bukan sekedar statistik. “Di balik setiap persen yang rendah, ada anak-anak yang haknya tak terpenuhi,” ujarnya.

Disebutkan Yaya, kuningan sejatinya sudah memiliki Peraturan Bupati Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kabupaten Layak Anak. Namun, peraturan itu dinilai belum berjalan efektif. Koordinasi lintas sektor lemah, anggaran terbatas, dan isu anak kerap hanya jadi pelengkap dalam rencana pembangunan daerah.

Maka Yaya, menilai persoalan ini tak bisa hanya dibebankan ke dinas teknis. “Kita butuh komitmen bersama. DPRD siap mendorong kebijakan yang berpihak pada perlindungan anak, tapi eksekutif juga harus serius mengalokasikan anggaran dan memprioritaskan programnya,” kata Yaya. Ia menegaskan, predikat KLA bukan sekadar pemanis laporan tahunan, melainkan ukuran keberhasilan pembangunan yang sesungguhnya.

Baca Juga :  U. Kusmana Cetak Sejarah Baru, KPLB Pertama Untuk Pejabat Eselon IIb Berkat 3 Inovasi Brilian

Yaya juga mendesak Pemerintah kabupaten untuk menggerakkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) secara terintegrasi. Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta memberikan pendampingan serius. Sementara itu, peran dunia usaha, media, akademisi, dan masyarakat sipil dinilai krusial dalam membangun ekosistem ramah anak.

Menurut Kemen PPPA, lanjut Yaya, capaian KLA tak bisa dikejar hanya dengan proyek jangka pendek. Diperlukan perubahan budaya birokrasi, partisipasi publik, dan konsistensi kebijakan. “Anak-anak sering disebut sebagai masa depan. Tapi masa depan itu akan gelap jika hari ini mereka tidak hidup di lingkungan yang aman, sehat, dan ramah,” katanya.

Bagi banyak pihak, predikat KLA bukan hanya target administratif. Ia adalah pertaruhan martabat daerah. Kabupaten yang layak anak menunjukkan bahwa ia sanggup membangun peradaban dengan memuliakan generasi mudanya.

Kuningan kini berada di persimpangan, tetap membiarkan indikator tertinggal, atau mengambil langkah berani memperbaiki sistem perlindungan anak. Sebab, seperti kata politisi dari PKS itu, “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kita, siapa lagi?” (ali)

Related posts

Punya Peluang Kuat Pimpin Gerindra, Tuti Enggan Komentar

Ceng Pandi

Kuningan Dorong Penertiban Nama Rupabumi, Demi Tertib Wilayah dan Pelestarian Budaya

Cikal

PKL Kuningan Direlokasi! Kota Bakal Mirip Malioboro

Cikal

Leave a Comment