Isu perubahan kurikulum yang kerap menjadi bola liar juga disentil Wamen Fajar. Ia menegaskan bahwa pembelajaran mendalam (deep learning) bukanlah kurikulum baru, melainkan pendekatan pedagogis yang menekankan keterkaitan antara pelajaran dan realitas hidup siswa. “Kita tidak gonta-ganti kurikulum. Yang berubah adalah cara pandang dan pendekatannya. Anak harus belajar dengan makna, dengan kesadaran, dan dengan kegembiraan,” paparnya.
Digitalisasi sekolah, lanjut Fajar, juga menyasar SLB dengan pendekatan yang adaptif terhadap kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Ia mendorong lahirnya tradisi peer teaching antar guru sebagai ruang tumbuh bersama dan saling asah kemampuan. “Akan ada kebijakan baru terkait pembelajaran tatap muka untuk memberi ruang peningkatan kompetensi guru,” ungkapnya.
Menutup kunjungannya, Fajar mengajak seluruh unsur pendidikan untuk menyukseskan program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Program ini, katanya, tak sekadar membentuk anak cerdas, tapi juga sehat lahir batin. “Ini bagian dari upaya kita memastikan tumbuh kembang anak secara utuh: fisik, mental, intelektual, dan spiritual,” tandasnya.
Di SLBN Taruna Mandiri, pendidikan bukan sekadar hak, tapi harapan yang ditenun bersama. Dan di sanalah, Wamen Fajar membuktikan, inklusi bukan wacana kosong, melainkan kerja sunyi yang menolak diskriminasi.(red)