Cikalpedia
Hukum

Pelecehan Seksual di Tubuh PPK Kuningan, Dosen: Ini Alarm Bahaya yang Diabaikan!

KUNINGAN – Belum reda keprihatinan publik atas kasus Ketua KPU RI, kini giliran Kuningan diguncang kabar tak sedap. Seorang Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menjadi korban pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh sesama anggota PPK. Peristiwa memalukan ini membuka kembali luka lama: bahwa Kuningan belum aman dari ancaman kekerasan seksual.

Sopandi, seorang dosen dan aktivis di Kuningan, menyebut kejadian ini sebagai alarm bahaya yang mengungkap rapuhnya sistem perlindungan terhadap perempuan, bahkan di tubuh penyelenggara Pemilu.

“Mirisnya, tidak satu pun calon kepala daerah yang menyentuh isu perlindungan perempuan dalam visi misinya,” kata Sopandi, Senin (28/10).

Ia khawatir, kejadian ini hanya puncak gunung es dari kasus serupa yang menimpa perempuan lain di lingkup penyelenggara Pemilu ataupun masyarakat Kuningan secara umum.

Sopandi menyoroti lemahnya proses rekrutmen sebagai akar masalah. Menurutnya, selama ini pemilihan anggota PPK dan badan ad hoc lebih didominasi kedekatan emosional dan hubungan organisasi, bukan kapasitas dan rekam jejak etis kandidat.

“Proses seleksi kerap mengabaikan aspek kejiwaan dan kecenderungan psikologis. Keterangan sehat rohani dan jasmani saja tidak cukup,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyarankan tes kejiwaan yang lebih mendalam untuk menggali orientasi dan komitmen para calon terhadap isu-isu penting seperti pelecehan seksual, kekerasan berbasis gender, dan integritas moral.

“Kalau pelaku bermasalah bisa lolos, yang tercoreng bukan hanya individu, tapi lembaga seperti KPU itu sendiri,” ujarnya.

Tak hanya rekrutmen, Sopandi juga mengkritik pola bimbingan teknis (bimtek) berbasis hotel yang dinilai rawan penyalahgunaan. Ia mendorong penggunaan tempat yang lebih inklusif dan terbuka untuk efisiensi anggaran dan pencegahan risiko tindak asusila.

Meski pelaku kini sudah diberhentikan, Sopandi mendesak KPU untuk aktif memberikan perlindungan hukum dan pendampingan kepada korban, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kelembagaan.

Baca Juga :  Kamdan Janji Bangun Irigasi dan Selamatkan Warung Tradisional

“Jangan biarkan korban berjalan sendiri. KPU harus hadir sebagai ‘orang tua’ yang melindungi anaknya di tengah proses hukum yang sedang berjalan,” tegasnya.

Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan seksual di lingkup penyelenggara Pemilu dan menjadi tamparan keras bagi semua pihak untuk memperbaiki sistem dari hulu hingga hilir.

Related posts

Golkar Kuningan Tegaskan Dokter Deni Tak Dapat Rekomendasi

Cikal

Proton FC Juara! Laga Pra-Musim Linus Jabar Sukses Digelar

Cikal

Target 1 Bulan, KPU Kerahkan 3.551 Orang Untuk Coklit

Cikal

Leave a Comment