KUNINGAN – Ribuan pelajar dari berbagai sekolah di Kabupaten Kuningan membunyikan angklung secara serempak dalam Gebyar Angklung Hardiknas 2024, yang digelar di halaman Komplek Kuningan Islamic Center (KIC), menandai puncak peringatan Hari Pendidikan Nasional.
Tak banyak yang tahu, angklung diatonis yang kini mendunia ternyata berasal dari Kelurahan Citangtu, Kabupaten Kuningan, buah karya Pak Kutjit dan Pak Daeng yang kemudian diakui dunia sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO pada 2010.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, U. Kusmana, mengatakan gebyar ini bukan sekadar pertunjukan seni, tetapi juga simbol kebanggaan akan budaya lokal dan wujud semangat pendidikan gotong royong.
“Kami ingin menanamkan kebanggaan budaya sejak dini. Gerakan ‘Beu Sakola jeung Ngamulule Angklung Beu’ ini bukan hanya soal sekolah, tapi juga soal cinta terhadap warisan leluhur,” ujar Uu.
Selain Gebyar Angklung, rangkaian Hardiknas diisi berbagai kegiatan edukatif seperti Cerdas Cermat SD-SMP, Workshop Guru PAUD, Gebyar PAUD, Panen Karya CGP, dan Gerak Jalan. Masih ada agenda Wisuda Tahfidz dan Seminar Pendidikan yang segera digelar.
Penjabat Bupati Kuningan, Raden Iip Hidajat, menekankan bahwa angklung bukan hanya alat musik, tetapi identitas Kuningan dalam sejarah pendidikan dan budaya nasional.
“Transformasi angklung pentatonis ke diatonis terjadi di Citangtu, oleh tokoh Kuningan. Ini bukan cerita Jawa Barat saja, tapi cerita Indonesia,” ucap Iip.
Iip juga menyinggung pentingnya momen ini untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan, sekaligus bagian dari ikhtiar menjadikan Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan. Salah satu langkahnya yakni menyusun muatan lokal Gunung Ciremai dalam kurikulum pendidikan.
Sekda Kuningan, Dian Rachmat Yanuar, turut menegaskan bahwa mencintai angklung adalah mencintai alam dan budaya.
“Moal apal bakal, mun teu apal asal. Ini adalah asal-usul angklung. Merawat tradisi ini berarti merawat jati diri daerah,” tegas Dian, yang pernah menggagas Festival Angklung Kuningan.
Kemeriahan Gebyar Angklung kali ini bukan hanya selebrasi budaya, tapi seruan untuk melestarikan identitas Kuningan di tengah arus globalisasi. Ribuan pelajar yang memainkan angklung seolah menyuarakan: “Kami siap jaga warisan!” (ali)
