Ia menyoroti bagaimana proses yang tampak sah secara prosedur sering kali menjadi topeng bagi manuver politik dan kepentingan elitis. “Bukan sekali dua kali kita melihat hasil open bidding yang justru menuai masalah setelah keputusan diambil,” ujarnya.
Anggi menduga, lambatnya pengambilan keputusan bukan karena sistem yang mandek, melainkan karena tarik-menarik kekuasaan yang belum selesai. “Ada pihak yang tampak terburu-buru ingin mengesahkan hasil. Publik patut bertanya siapa yang paling diuntungkan?” katanya.
Lebih jauh, Anggi menilai bahwa keberanian bukan hanya soal menjaga prosedur, tetapi juga soal mengakui bahwa sistem meritokrasi bisa disalahgunakan untuk menyamarkan kepentingan pribadi atau kelompok.
“Menunda demi kehati-hatian itu wajar. Tapi memaksakan hasil demi formalitas prosedural, justru jauh lebih berbahaya,” pungkasnya. (Ali)