“Mojang Jajaka itu bukan simbol untuk difoto, tapi cermin nilai budaya. Ramah, santun, rendah hati, dan punya rasa hormat pada siapa pun,” tuturnya.
Pesannya itu diperkuat dengan mengingatkan kembali filosofi Sunda yang harus dijunjung tinggi oleh warga Jawa Barat dan terutama orang Sunda. Salah satu filosofi yang harus menjadi karakter atau jati diri para generasi muda Sunda yakni Someah, Hade Ka Semah, Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh.
“Di dunia nyata kalian tersenyum, tapi kalau di medsos suka nyinyir atau ngomong kasar, citranya akan rusak. Mojang Jajaka harus punya kelas di dunia nyata dan dunia maya,” ungkapnya.
Lebih jauh Ela juga membahas lima pilar etika yang wajib dijaga, yaitu sopan dalam sikap, santun dalam tutur kata, percaya diri tanpa sombong, penampilan yang rapi dan sesuai budaya, dan menghormati perbedaan. Menurutnya, pilar tersebut merupakan kecerdasan yang harus dimiliki oleh para Mojang dan Jajaka, dan seluruh warga negara.
“Jangan bereaksi berlebihan saat ditegur atau dikritik. Orang yang dewasa itu bukan yang tak pernah salah, tapi yang bisa mengelola diri.” tuturnya.
Dinakhir pertemuan itu, para finalis juga diingatkan bahwa Mojang Jajaka adalah ikon daerah, bukan pencari sensasi. Setiap sikap dan prilakunya menjadi citra atau gambaran masyarakat Kuningan.
“Kalian tidak hanya mewakili diri sendiri, tapi nama Kuningan. Keanggunan kalian harus terlihat dari tutur kata, sikap, dan akhlak.” pungkasnya. (Beng)
