KUNINGAN – Presiden Mahasiswa Universitas Islam Al-Ihya Kuningan terpilih, Muhamad Sayffulloh Rohman memberikan refleksi kritis terkait makna kemerdekaan. Menurutnya, kemerdekaan tidak boleh berhenti pada perayaan seremonial upacara, lomba, dan simbol-simbol heroik.
Menurutnya, substansi kemerdekaan seharusnya tercermin dalam kehidupan nyata, berupa keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan pemerintahan yang bersih. Jangan sebaliknya, realitas hari ini justru menampilkan keberpihakan kebijakan kepada para elit, dan ruang demokrasi kerap dibungkam ketika kritik disampaikan.
“Delapan puluh tahun merdeka, rakyat masih berhadapan dengan kemiskinan, ketimpangan sosial, dan korupsi yang merajalela. Apakah ini yang disebut merdeka?” ungkap Sayffulloh, Minggu (17/8).
Ia juga menekankan bahwa kemerdekaan merupakan amanah, bukan pesta seremonial. Jika perayaan hanya sebatas rutinitas tahunan tanpa koreksi terhadap kondisi nyata bangsa, maka hal itu justru mengkhianati semangat para pendahulu yang rela berkorban demi kemerdekaan Indonesia.