Dian menegaskan, dalam birokrasi modern, Sekda bukan hanya jabatan administratif yang mengatur surat menyurat. Lebih dari itu, Sekda adalah figur sentral yang menghubungkan visi kepala daerah dengan implementasi teknokratis di lapangan. Karena itu, keputusan akhir yang akan diambil nantinya harus dimaknai sebagai bagian dari proses memperkuat soliditas pemerintahan, bukan sebagai kompetisi personal yang harus dimenangkan.
Dalam refleksi filosofisnya, Bupati Dian mengibaratkan kepemimpinan sejati seperti air yang mengalir. “Air selalu mencari tempat yang rendah, namun justru di sanalah ia memberi kehidupan. Begitulah seharusnya seorang pemimpin, rendah hati, jernih dalam pikiran, dan memberi manfaat bagi sekitarnya,” tuturnya. Filosofi ini menekankan pentingnya pemimpin yang melayani, bukan dilayani.
Ia berharap, seluruh aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Kuningan dapat meneladani semangat integritas yang ditunjukkan para kandidat selama proses seleksi. Proses penetapan Sekda ini, katanya, bukan hanya ujian bagi tiga nama tersebut, tetapi juga bagi seluruh birokrasi dalam menjaga etika dan profesionalisme dalam menghadapi masa transisi kepemimpinan.
“Siapapun yang nanti dipercaya menjadi Sekda, ia harus mampu menjadi perekat, penggerak, dan penjaga keseimbangan roda pemerintahan. Yang tidak terpilih pun tetap memiliki ruang besar untuk berkontribusi dalam barisan pengabdian bagi Kuningan yang maju dan bermartabat,” ujar Dian.
Menutup pernyataannya, Bupati Dian menegaskan esensi dari proses seleksi ini bukanlah soal siapa yang menang, melainkan siapa yang paling siap memberi makna dalam pengabdian. “Kita tidak sedang berlomba untuk menang atas yang lain, melainkan berlomba untuk memberi yang terbaik bagi Kuningan tercinta,” tandasnya, memastikan bahwa loyalitas dan pengabdian kepada daerah adalah matra utama dalam penentuan Sekda Kuningan. (ali)
