“Apa yang dilakukan SKPD pada saat rapat paripurna itu pertanda bobroknya birokrasi dalam kedisiplinan dan krisis koordinasi,” ujarnya, Senin, (30/6).
Ia juga menegaskan pentingnya rapat paripurna yang seharusnya tidak diabaikan begitu saja oleh SKPD. Menurutnya, jika rapat paripurna diabaikan, hal yang patut dipertanyakan adalah komitmen tentang transparansi dan partisipasi kinerja yang selama ini dilakukannya.
Selain itu, ia juga menyoroti tanggapan Wakil Bupati Kuningan Tuti Andriyani mengenai SKPD yang meninggalkan rapat paripurna. Menurut Ubay, Tanggapan Tuti menunjukan lemahnya koordinasi formal.
“Tanggapan bu wakil bupati itu menunjukan lemahnya koordinasi, alasan melanjutkan rapat di Setda justru menjadi cerminan tumpang tindih agenda birokrasi yang tidak teratur,” ujarnya.
Ia menambahkan fenomena sidang paripurna yang sepi dari kehadiran SKPD tidak sesuai dengan nilai-nilai yang disampaikan oleh sang proklamator Bung Karno. Demi rakyat yang dicintainya, Bung Karno senantiasa paling depan menyampaikan pidato di tengah kondisi ancaman revolusi.
“Kenapa SKPD takut duduk di ruang sidang?,” tanyanya. (Icu)