KUNINGAN – Sepasang suami istri itu datang ke Markas Polres Kuningan dengan langkah berat yang dipayungi keputusasaan. Sabtu siang itu, wajah Heriana (52) dan Nunung (48), orang tua dari DN, seorang pekerja migran asal Kuningan yang kini terperangkap dalam jerat kerja di Kamboja, memancarkan kegelisahan yang telah berbulan-bulan menyiksa.
Mereka bukan datang untuk berdebat, melainkan memohon. Memohon perlindungan hukum dan kejelasan nasib putra mereka yang dikabarkan mengalami kekerasan di negeri asing. Mereka didampingi dua aktivis dari Masyarakat Peduli Kuningan (MPK), Yusuf dan Yudi, serta dua perwakilan resmi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kuningan, Andi dan Yanto. Sebuah permohonan yang melibatkan birokrasi, aktivisme, dan sebuah drama kemanusiaan.Di ruang lobby Polres Kuningan, ketegangan terasa begitu pekat.
Di hadapan Kepala Polres Kuningan, AKBP. Muhammad Ali Akbar, dan Kepala Satuan Reserse Kriminal, Iptu. Abdul Aziz, kasus DN diposisikan bukan hanya pelanggaran administrasi ketenagakerjaan, tetapi sebagai persoalan mendesak menyangkut keselamatan nyawa seorang warga negara.Kapolres Muhammad Ali Akbar memulai pembicaraan dengan nada prihatin. Ia tidak menutupi fakta bahwa Kamboja telah menjadi “zona merah” dalam peta penempatan pekerja migran. Negara tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, acap kali menjadi pusat sorotan akibat maraknya sindikat penipuan berkedok tawaran pekerjaan bergaji tinggi.
“Kami sedih mendengar ada warga kita yang menjadi korban di Kamboja. Polanya biasanya sama. Dijanjikan pekerjaan yang tampak indah, tapi ujungnya jerat penipuan dan eksploitasi,” ujar Kapolres, memecah keheningan. Pernyataan itu seperti sebuah pengingat pahit tentang kasus-kasus serupa yang telah berulang, mengindikasikan adanya jaringan lintas negara yang terstruktur dan sulit dijangkau.
Untuk merespons keseriusan masalah ini, Polres Kuningan berjanji segera melakukan koordinasi intensif dengan Polda Jawa Barat. Tujuannya jelas yaitu menghubungkan semua kepingan informasi dan membuka ruang penanganan kasus yang lebih luas. Kapolres bahkan merujuk pada insiden terdahulu, termasuk kasus warga Sukabumi yang sempat dijanjikan kontrak sepak bola di Kamboja namun justru berakhir terlunta-lunta.
“Kami akan bantu koordinasi lanjutan dengan Polda untuk memastikan semua informasi terhubung,” katanya, menawarkan secercah harapan di tengah kegelapan yang dirasakan keluarga korban.
Sementara itu, pihak Disnakertrans Kuningan mencoba menelusuri akar masalah dari sisi keberangkatan. Andi, perwakilan Disnaker, mengungkapkan bahwa keluarga DN tidak memiliki pemahaman detail mengenai proses penempatan. Informasi janggal baru diterima keluarga dua bulan setelah DN menginjakkan kaki di Kamboja, ketika tanda-tanda ketidakberesan mulai muncul.
Andi juga memberikan penekanan serius pada status Kamboja. Menurutnya, negara tersebut telah resmi dicabut dari daftar negara tujuan penempatan resmi pekerja migran Indonesia (PMI) selama dua tahun terakhir. Keputusan itu diambil karena eskalasi kasus pelanggaran dan kekerasan yang terus meningkat.
