Jakarta – Dewan Pers angkat suara soal makin menjamurnya praktik wartawan gadungan atau yang kerap disebut “wartawan bodrek”. Dalam wawancara eksklusif, Ketua Dewan Pers Prof. Komaruddin Hidayat menyebut fenomena ini sebagai ancaman serius bagi profesi jurnalis dan instansi pemerintah, khususnya di daerah.
“Saat ini, siapa pun bisa mengaku wartawan. Cukup punya kartu nama buatan sendiri, bikin website abal-abal, sudah keliling bawa kamera, lalu masuk proyek pemerintah dan mulai cari masalah,” ujar Prof. Komaruddin saat ditemui usai rapat kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (7/7/2025).
Motifnya Ekonomi, Modusnya Intimidasi
Menurutnya, keberadaan wartawan palsu itu berkaitan erat dengan dua masalah besar yang sedang dihadapi Indonesia: pengangguran dan kebebasan media sosial yang tidak terkontrol.
“Ini efek pengangguran yang tinggi dan medsos yang terlalu bebas. Akhirnya muncul orang-orang yang coba bertahan hidup dengan cara mengaku wartawan, padahal tidak punya kompetensi sama sekali,” tuturnya.
Ia juga membeberkan bagaimana para oknum ini biasanya beraksi.
“Mereka datang ke lokasi proyek, lalu memotret aktivitas atau mencari-cari celah kekurangan. Kemudian mereka mengancam akan membuat berita buruk jika tidak diberi uang,” jelasnya.
Kondisi ini, menurut Komaruddin, sangat berbahaya terutama bagi kepala daerah atau aparatur pemerintah yang tidak memahami struktur media.
“Bagi pemda yang kinerjanya kurang rapi atau tidak paham dunia pers, bisa saja langsung takut dan mengeluarkan uang, hanya untuk menutupi berita negatif yang bahkan belum tentu benar.”
Solusi: Verifikasi & Literasi Media