KUNINGAN – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kuningan, Rabu (25/6) menjadi perhatian publik akibat kursi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kosong. Kondisi itu dinilai tidak menghargai rapat resmi lembaga yang merepresentasikan rakyat Kuningan.
Salah satu tanggapan disampaikan Dhika Purbaya selaku Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kuningan. Ia menilai absennya SKPD dalam rapat tersebut bentuk selain tidak menghargai forum wakil rakyat juga menampakkan ketidaksungguhan birokrasi dalam menjalankan amanah rakyat. Dika menyebut sikap SKPD merupakan pelecehan terhadap DPRD serta publik.
“Kami menilai absennya SKPD dalam rapat paripurna adalah bentuk ketidaksungguhan birokrasi dalam menjalankan amanah rakyat. Ini bukan hanya pelanggaran etika pemerintahan, tetapi juga bentuk pelecehan terhadap DPRD dan rakyat Kuningan,” ujarnya, Kamis (26/6).
Selain itu, Dhika juga menegaskan bahwa forum peripurna tersebut sangat penting mengingat dengan pertanggungjawaban langsung kepada rakyat melalui DPRD dan hal tersebut bentuk pengabaian etika pemerintahan serta konstitusi daerah.
“Forum paripurna adalah bentuk pertanggungjawaban langsung kepada rakyat melalui wakilnya di DPRD. Ketidakhadiran SKPD adalah bentuk pengabaian terhadap etika pemerintahan dan konstitusi daerah,” ujar Dhika
Dengan demikian PMII Kuningan mendesak kepada Bupati dan Wakil Bupati Kuiningan, untuk segera mengevaluasi dan memberikan teguran resmi kepada seluruh pimpinan SKPD yang tidak hadir, sesuai dengan ketentuan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Kemudian DPRD Kuningan mengambil langkah formal dengan menyampaikan rekomendasi tertulis dan pembentukan panitia khusus (Pansus) jika diperlukan, untuk menelusuri penyebab kelalaian sistemik tersebut.
Selain itu, Bupati dan Wakil Bupati juga harus menguatkan sistem partisipasi masyarakat dalam menilai kinerja SKPD, sebagaimana dijamin dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan menjaga marwah lembaga legislatif sebagai mitra sejajar, bukan subordinat eksekutif.
“Kehadiran dalam forum paripurna bukan pilihan, melainkan kewajiban konstitusional bagi penyelenggara pemerintahan daerah,” tuturnya.
Dhika menegaskan, pihaknya akan terus mengawal jalannya pemerintahan agar tetap berpihak pada kepentingan masyarakat, menghormati prinsip hukum, etika, dan demokrasi lokal. Menurutnya, SKPD, dengan alasan apapun meninggalkan rapat paripurna wakil rakyat, bukan insiden kecil, melainkan tanda bahaya bagi tata kelola pemerintahan yang berintegritas.
“Ketika forum resmi dilecehkan, maka suara rakyat sedang diabaikan” pungkasnya. (Icu)
