KUNINGAN- Desa Kertayasa, Kecamatan Sindanggagung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, termasuk sebelas besar Lomba Inovasi Pengelolaan Sampah Tahun 2025. Setelah wawancara dan presentasi, akan dikerucutkan menjadi enam besar.
Peringkat itu merupakan hasil penjurian tahap 1 dalam Lomba Inovasi Pengelolaan Sampah tahun 2025 yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan Kementerian Desa Republik Indonesia.
“Setelah mengikuti seleksi di tingkat provinsi dan lolos, sekarang kami masuk sebelas besar tingkat nasional,” tutur Kepala Desa Kertayasa, Arief Amarudin, Kamis (26/5)
Selain Desa Kertayasa yang mewaili Jawa Barat, sepuluh desa lainnya yaitu Desa Gemawang Provinsi Jawa Tengah, Desa Gulingan – Bali, Desa Hariara Pohon – Sumatera Utara, Desa Malinau Hilir – Kalimantan Utara, dan Desa Mulyaagung – Jawa Timur.
Kemudian, Desa Purwobakti, Provinsi Jambi, Desa Ranggai Tri Tunggal – Lampung, Desa Semparu – NTB, Desa Sangka – Kalimantan Timur, dan Desa Tegalrejo – Kalimantan Selatan. Sebelas nominasi itu sudah mengikuti seleksi wawancara dan presentasi yang dilaksankaan 23 Juni lalu.
Menurut Arief, lomba tersebut menggunakan kriteria penilaian yang sangat ketat. Inovasi yang dilakukannnya dinilai dari mulai perencanaan, pelaksanaan, inovasi, dan kelembagaan. Menurutnya, desa yang termasuk tiga besar hasil wawancara dan presentasi akan diseleksi lebih ketat lagi termasuk peninjauan langsung ke lokasi.
“Capaian ini berkat kerjasama semua pihak antara pemerintah dan masyarakat. Mudah-mudahan bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain dalam mengelola sampah dengan efektif dan efisien,” tuturnya.
Bermula dari Perubahan Mindset
Kuwu muda yang banyak menyampaikan pikiran-pikiran out of the box ini menceritakan awal mula pengelolaan sampah di desanya. Sesuai basis keilmuan yang dimilikinya, Kang Arief, begitu beliau disapa, menjadikan pendekatan sosiologis sebagai pintu masuk tata kelola sampah yang menjadi persoalan besar di hampir semua desa.
Melalui pendekatan itu, secara bertahap pihaknya mengubah paradigma atau mindset masyarakat tentang sampah. Jika pada awalnya sampah dianggap sebagai barang bekas, kotor, dan tidak memiliki nilai ekonomi, lambat laun diubah sebaliknya. Masyarakat diajak memilah sampah dari rumah, tidak membuangnya sembarangan, tetapi justru diolah supaya berdaya jual.
“Yang kami ubah adalah mindset masyarakat, yang tadinya membuang sampah sembarangan menjadi memanfaatkan sampah supaya memiliki daya jual,” ujarnya.
Setelah lambat laun ada perubahan pola pikir dan prilaku, tahap berikutnya adalah mambangun konsistensi dan komitmen bersama. Sehingga menurutnya, kedisiplinan warga dalam melakoni perubahan prilaku itu bagian atau tahap paling berat yang membutuhkan kesabaran.
Seiring berjalan waktu, lanjutnya, upaya pengubahan prilaku itu Ia tunjang dengan pemanfaatan teknologi terbarukan berupa mesin yang membantu tim beserta masyarakat dalam mengelola sampah. Ia menegaskan, pengadaan sarana teknologi atau mesin pengolah sampah merupakan penunjang yang mendukung keberlanjutkan program tersebut.
“Jadi bagi kami, mesin pencacah dan sejenisnya hanya penunjang. Pokok utama dalam program ini adalah mengubah mindset dan membangun kedisiplinan masyarakat. Karena itu alhamdulillah sampai saat ini masih berjalan,” pungkasnya. (Icu)
