Cikalpedia
Bengpri

Dikepung Bayangan

Cikalpedia.id – Hari itu angin berhembus pelan di pendopo. Sang pemimpin baru saja dilantik. Dalam hatinya, sudah bulat tekadnya: ia tidak lagi milik dirinya sendiri.

Ia telah menyerahkan hidup dan tenaganya untuk masyarakat, entah mereka yang dulu memilihnya atau justru menolak keberadaannya. Ia ingin berdiri sebagai ayah bagi semua, bukan hanya kepala bagi segelintir.

Namun, di balik senyum dan jabat tangan, bayangan mulai mengelilinginya. Mereka adalah orang-orang terdekatnya, yang dahulu berteriak paling keras mendukung, yang memaku diri sebagai “barisan setia”.

Tapi kesetiaan mereka ternyata tak sebesar rasa takut kehilangan lumbung rezeki.

“Pak, jangan terlalu dekat dengan mereka yang dulu berseberangan,” bisik seorang.

“Kalau Bapak merangkul semua, nanti kita dianggap sama saja dengan musuh!” sambung yang lain.

Dan setiap kali sang pemimpin mencoba merangkul, selalu saja ada suara yang menjeratnya: “Hati-hati, Pak. Mereka pura-pura baik, nanti tikam dari belakang.”

Padahal, jauh di dasar hati, sang pemimpin justru ingin meruntuhkan tembok-tembok permusuhan itu. Ia ingin menjadikan jabatan ini bukan sekadar hadiah bagi pendukungnya, tapi pengabdian tulus bagi seluruh warga.

Sayang, orang-orang di sekelilingnya justru gemar membuat musuh-musuh imajiner. Mereka seolah tak pernah rela jika sang pemimpin hidup dalam suasana damai.

Bagi mereka, keberadaan musuh adalah alasan agar mereka tetap disebut pendukung sejati. Jika tidak ada lawan, apa lagi nilai setia mereka?

Maka, manuver pun digelar: bisikan-bisikan busuk, kabar yang dipelintir, nama-nama yang dipasang sebagai kambing hitam.

Sang pemimpin seringkali merasa, lebih banyak ia melawan kelicikan di lingkarannya sendiri ketimbang mengurus nasib rakyat yang menunggu di luar sana.

Malam hari, ketika semua suara riuh itu lenyap, ia termenung. Di hadapannya, peta wilayah terhampar. Setiap titik di peta itu adalah janji. Janji untuk membangun, untuk merangkul, untuk menyejahterakan.

Baca Juga :  Panen Raya dan Tanam Serentak, Kuningan Targetkan Surplus Beras 2024

Ia tahu, bila ia menyerah pada kepicikan lingkaran kecilnya, ia hanya akan jadi pemimpin bagi segelintir, bukan untuk semua.

Dalam keheningan ia berbisik pada dirinya sendiri:
“Aku dipilih bukan untuk jadi sandera ketakutan orang-orang ini. Aku harus berani melangkah, meski mereka menciptakan musuh dari bayanganku sendiri.”

Dan pada pagi yang dingin, ia melangkah keluar pendopo, menyapa orang-orang yang dulu menentangnya. Tangan-tangan yang dahulu tak pernah ingin bersalaman kini

ia genggam dengan hangat. Sebab ia tahu, seorang pemimpin sejati tak lahir dari keberpihakan sempit, melainkan dari keberanian mengasihi semua.

Sementara di belakangnya, para pendukung berbisik lagi, gelisah, takut berbagi. Mereka lupa, matahari tetap bersinar untuk semua, bukan hanya untuk mereka yang bersorak paling keras di panggung kemenangan.

Hanya Fiksi Sambil Ngopi by Bengpri

Related posts

Diduga Akibat Korsleting Listrik, Rumah Terbakar dan Kerugian Capai Rp19,7 Juta

Ceng Pandi

Polres Kuningan Sabet Public Services with IMPACT Award 2025

Alvaro

11 Tahun Ngarit, Ibu Karti Naik Haji di Usia 72

Cikal

Leave a Comment