KUNINGAN – Di saat banyak pihak masih memperdebatkan edaran KDM tentang program sapoe sarebu atau beberapa daerah baru mulai melaksanakan program tersebut, warga Desa Widarasari justru sudah merasakan manfaatnya.
Sejumlah program dan kebutuhan masyarakat tidak lagi bergantung pada anggaran desa atau pemerintah, melainkan tertutupi oleh hasil rereongan yang dikemas dalam bentuk Kencleng atau Keropak Celengan.
Koordinator Linmas Desa Widarasari, Kecamatan Kramatmulya, Zaenudin menerangkan, Kencleng atau Rereongan Warga merupakan wujud nyata kepedulian dan solidaritas sosial masyarakat Desa Widarasari dibawah pimpinan Kepala Desa, Parhan Abdullah Syafi’i.
Teknisnya sederhana namun sarat makna, setiap rumah memiliki celengan kecil yang terbuat dari bekas gelas air mineral dan ditempel di depan rumah warga. Celengan itu diisi secara sukarela oleh warga dengan nominal seikhlasnya, biasanya antara Rp1.000 hingga Rp2.000 bahkan lebih.
“Program ini sudah berlangsung selama 4 tahun hingga sekarang,” tutur Zaenudin, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, kegiatan itu terhubung dengan ronda malam warga. Saat petugas Linmas dan warga melakukan ronda, mereka juga berkeliling mengambil isi Kencleng dari setiap rumah. Dana yang terkumpul kemudian digunakan untuk berbagai keperluan sosial dan kegiatan bersama, sebagai simbol kebersamaan, keamanan, dan kepedulian antarwarga.
“Seperti untuk ta’jiah, meringankan biaya warga yang sakit, kegiatan sosial keagamaan, dan kebutuhan peralatan kampung, alhamdulillah terpenuhi,” tuturnya.
Pihaknya bersyukur karena program tersebut mampu memenuhi setiap kebutuhan warga tanpa menunggu anggaran dari negara. Bahkan transparansi pengelolaan juga dilakukan dengan laporan setiap bulan antara pemasukan dan pengeluaran.
“Laporan keuangan ditempel di pos ronda agar masyarakat juga dapat mengakses informasi tersebut,” tuturnya.
Hal yang sama diungkapkan Kepala Desa Widarasari, Parhan Abdullah Syafi’i. Menurutnya, tradisi tersebut tidak hanya memperkuat rasa aman dan persaudaraan, tetapi juga menjadi contoh nyata bahwa budaya gotong royong masih hidup dan berkembang di tengah masyarakat modern.
Menurutnya, semangat rereongan warga menunjukkan bahwa nilai-nilai luhur kebersamaan dapat tumbuh dari hal-hal sederhana, asal dilakukan dengan niat tulus dan konsisten.
“Kami percaya, dari uang seribu rupiah yang dikumpulkan dengan keikhlasan, bisa tumbuh kekuatan besar untuk membangun desa,” ujarnya.
Karena manfaat positif yang nyata dirasakan masyarakat, pihaknya berharap, semangat rereongan itu dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain di Jawa Barat, bahkan di seluruh Indonesia, untuk terus menjaga nilai-nilai gotong royong dan Kemandirian masyarakat (Ceng)