KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan tengah menghadapi tantangan serius setelah dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah akan dipangkas hingga 111,4 miliar. Pemangkasan ini menimbulkan kekhawatiran akan terulangnya krisis keuangan daerah yang sempat mengguncang pada tahun-tahun sebelumnya, termasuk potensi gagal bayar di tahun anggaran 2026.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kuningan, Deden Kurniawan Sopandi, menyebutkan bahwa kebijakan pemangkasan ini bersifat nasional, namun dampaknya berbeda di tiap daerah tergantung kemampuan fiskalnya. Bagi Kuningan, yang memiliki kapasitas fiskal rendah, pengurangan lebih dari seratus miliar rupiah itu menjadi beban berat.
“Kalau di semua kabupaten/kota termasuk provinsi memang ada pemangkasan. Provinsi Jawa Barat sendiri mencapai 2,4 triliun. Kabupaten Bandung paling besar sekitar 900 miliar. Kuningan terkena 111,4 miliar, dan bagi daerah dengan fiskal rendah seperti kami, itu sangat berat,” ujar Deden, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, langkah pertama yang diambil Pemkab Kuningan adalah melakukan efisiensi besar-besaran di berbagai sektor, terutama pada belanja penunjang pemerintahan. “Kami akan efisiensi pada pos-pos seperti pengadaan kertas, alat tulis kantor, perjalanan dinas, hingga kegiatan rapat. Tapi kami pastikan belanja untuk pelayanan publik tetap dipertahankan,” tegasnya.
Deden mengakui, pemangkasan tersebut menuntut kewaspadaan ekstra agar daerah tidak kembali mengalami gagal bayar seperti yang pernah terjadi. “Kita harus realistis. Kalau tidak dilakukan efisiensi dan pengendalian kegiatan, potensi gagal bayar di 2026 bisa muncul lagi,” katanya.
Sebagai langkah mitigasi, BPKAD akan memprioritaskan kegiatan yang benar-benar penting dan menunda program yang tidak mendesak. Selain itu, pemerintah daerah akan berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai sumber pembiayaan alternatif. “Solusinya ada tiga yaitu fokus pada kegiatan prioritas, efisiensi yang berkelanjutan, dan optimalkan PAD,” jelas Deden.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Kuningan, Sujarwo, menilai kebijakan efisiensi yang ditempuh Pemkab Kuningan sudah tepat. Menurutnya, kondisi fiskal yang sulit menuntut kedisiplinan dan pengorbanan dari birokrasi.
“Arahan Gubernur Jawa Barat KDM juga sudah jelas yaitu birokrat berpuasa, rakyat berpesta. Itu makna penting dari efisiensi, bagaimana aparatur menahan diri agar masyarakat tetap mendapatkan layanan,” ujar Sujarwo.
Ia menambahkan, situasi ini sekaligus menjadi momentum bagi Kuningan untuk memperkuat kemandirian fiskalnya. “Jangan terus bergantung pada pusat. Sudah saatnya Pemkab memperkuat basis PAD agar tidak mudah terguncang ketika transfer pusat berkurang,” pungkasnya.
Dengan dana pusat yang terpangkas dan bayang-bayang gagal bayar di depan mata, Kuningan kini berpacu menjaga stabilitas keuangan. Efisiensi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan dan kepercayaan masyarakat tetap terjaga. (ali)