Kasus keracunan makanan pada penerima Makanan Bergizi Gratis (MBG) harus menjadi alarm keras bagi pemerintah kabupaten . Ini bukan sekadar insiden teknis di dapur, tapi bukti nyata bahwa sistem kerja SPPG (Satuan Produksi Pangan Gizi) belum berdiri di atas fondasi profesionalisme dan standar industri pangan yang layak.
SPPG tidak boleh dikelola seperti dapur proyek musiman. Ini adalah dapur publik tempat di mana tanggung jawab moral dan keselamatan warga menjadi taruhan. Oleh sebab itu, SPPG mutlak membutuhkan Prosedur Tetap (Protap) yang rinci dan time schedule yang disiplin, apalagi jika jam makan ditetapkan pukul 11.30 siang.
Berikut contoh rundown produksi yang semestinya menjadi standar:
04.00–05.00: Pemeriksaan bahan baku, sanitasi dapur, dan kelayakan bahan makanan.
05.00–07.00: Pengolahan bahan mentah (pencucian, pemotongan, perendaman, bumbu dasar).
07.00–09.00: Proses memasak utama dengan kontrol suhu dan pencatatan waktu masak.
09.00–10.00: Pendinginan cepat (cooling process) agar makanan tidak terkontaminasi bakteri.
10.00–10.30: Pengemasan higienis dan pelabelan waktu produksi.
10.30–11.15 : Distribusi menggunakan sistem rantai panas atau dingin sesuai kebutuhan.
11.30 : Makanan disajikan dalam kondisi aman, higienis, dan layak konsumsi.
Namun protap sehebat apa pun akan gagal jika satgas atau satgar pengelola tidak memiliki keahlian dalam produksi katering skala massal. Pengangkatan personalia satgas SPPG tidak boleh berdasarkan kedekatan politik atau loyalitas birokratis, tapi berdasarkan kompetensi nyata.
Pemerintah kabupaten juga harus mewajibkan pelatihan rutin bagi seluruh karyawan dan calon karyawan SPPG, dengan melibatkan ahli gizi, ahli sanitasi, dan praktisi katering institusi. Tidak boleh lagi ada pekerja dapur publik yang belajar dari kesalahan, sebab kesalahan di dapur publik sama artinya dengan mencelakai rakyat kecil.
Kritiknya jelas: pemerintah terlalu sibuk membagi program, tapi lupa membangun sistem dan kualitas pelaksana. MBG bukan hanya tentang memberi makan rakyat, tapi tentang memberi jaminan keselamatan dan kehormatan bagi penerima manfaat.
Jika pemerintah serius ingin berpihak kepada masyarakat berisiko gizi buruk, maka SPPG harus dijalankan seperti unit produksi profesional, bukan sekadar proyek politik berkedok sosial. Karena sejatinya, keberpihakan bukan diukur dari banyaknya paket bantuan yang dibagikan, tetapi dari seberapa aman rakyat yang menerimanya dari kesalahan pemerintah sendiri.
Oleh: Dadan Satyavadin
(Pemerhati kebijakan publik dan penggerak relawan)