Visi-misi yang diusung Dadang Permana jauh dari nuansa ‘zona nyaman’ yang selama ini lekat dengan PDAU. Ia secara terang-terangan menilai bahwa tubuh perusahaan membutuhkan “operasi struktural” agar tidak mandek. Baginya, perubahan adalah keniscayaan.
“Perubahan struktural itu keharusan. Tubuh PDAU harus disikapi dengan keberanian untuk berbenah. Banyak potensi yang bisa digarap, seperti aset-aset lain yang selama ini belum dioptimalkan,” cetusnya, menyiratkan adanya inefisiensi besar yang harus segera dibongkar.
Lebih dari itu, Dadang menyoroti isu aset strategis perusahaan yang sempat lepas, khususnya yang berkaitan dengan Waduk Darma. Menurutnya, PDAU harus berjuang keras untuk mengambil kembali pengelolaan. “PDAU harus mampu mengambil kembali aset-aset strategis yang dulu sempat lepas, termasuk darma. Itu aset berharga yang bisa menopang kemandirian perusahaan,” katanya, memberikan fokus pada pemulihan aset yang vital bagi lini usaha perusahaan.
Di tengah tarik-ulur lobi dan spekulasi politik yang semakin kencang, kemunculan nama Dadang Permana memang menjadi warna tersendiri. Ia menawarkan narasi yang berbeda, sebuah pendekatan reformis yang kontras dengan anggapan bahwa PDAU selama ini hanya berjalan ‘biasa-biasa saja’.
“Kalau hanya bertahan di zona nyaman, PDAU tidak akan pernah berkembang. Saya ingin perusahaan ini benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi daerah, khususnya UMKM,” tegasnya, memberi penekanan pada peran strategis perusahaan dalam pembangunan regional.
Namun, jalan menuju kursi direksi itu tak lurus. Dadang harus melewati seleksi yang ketat dan persaingan yang tak terhindarkan dengan kepentingan politik yang bersilangan. Meski begitu, ia menyatakan siap berjuang. “Yang penting niatnya jelas, kerja nyata, bukan janji,” pungkas Dadang, melempar tantangan pada calon-calon lain. Kehadirannya diprediksi akan membuat bursa direksi PDAU Kuningan kali ini menjadi arena pertarungan ide dan visi yang lebih menarik. (ali)
