KUNINGAN – Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) bersama para korban investasi Madu Klancleng kembali melakukan audiensi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kuningan.
Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Raya Indonesia, yang merupakan anak perusahaan Bank Rakyat Indonesia (BRI) melalui Bank Agro, serta unsur Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan.
Audiensi itu mempertegas arah penyelesaian kasus dugaan praktik investasi ilegal yang dilakukan oleh PT MBM, yang mencatut nama Bank Raya Indonesia dan telah menjerat ratusan warga di Kabupaten Kuningan dan Cirebon.
Di forum itu, pihak Bank Raya Indonesia menegaskan bahwa tidak pernah ada Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditandatangani antara Bank Raya dengan PT MBM. Rencana kemitraan antara keduanya memang sempat dibahas secara awal, namun baru dalam tahap pembahasan draf kerja sama dan belum pernah disahkan secara resmi.
Dengan demikian, segala bentuk aktivitas investasi dan penarikan agunan masyarakat tidak memiliki dasar hukum yang sah dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak PT MBM.
Pernyataan serupa juga disampaikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan bahwa kegiatan yang dilakukan PT MBM tergolong praktik investasi ilegal atau investasi bodong, yang tidak memiliki izin dan dasar hukum sesuai ketentuan sektor jasa keuangan.
Tindakan tersebut dinilai investasi bodong sehingga meminta masyarakat harus waspada terhadap setiap tawaran kerja sama yang mengatasnamakan lembaga keuangan resmi tanpa izin dan dokumen legal dari OJK.
Menanggapi hal itu, Anggota DPRD Kabupaten Kuningan, Harnida Darius, menegaskan bahwa kerja sama tanpa dasar hukum dan tanpa adanya PKS resmi antara Bank Raya dan PT MBM batal demi hukum.
“Kalau tidak ada dasar perjanjian yang sah, maka kerja sama itu batal secara hukum. Jangan sampai rakyat kecil dikorbankan karena kelalaian atau pembiaran lembaga yang memiliki otoritas,” ujarnya.
Harnida menambahkan, jika benar Bank Raya menjadi korban dari kerja sama dengan PT MBM, maka seharusnya Bank Raya juga segera melaporkan hal itu kepada pihak berwajib, bukan membiarkan masyarakat menanggung akibatnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bagian Hukum Setda Kuningan juga menilai bahwa pola aktivitas PT MBM telah memenuhi unsur kejahatan korporasi terencana, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Ia menegaskan bahwa kasus tersebut tidak bisa diselesaikan secara administratif atau damai, tetapi harus ditempuh melalui penegakan hukum pidana demi perlindungan hak-hak masyarakat. Menurutnya, Pemerintah Daerah juga akan melakukan pendampingan hukum bagi para korban.
Wakil Ketua DPRD Kuningan, Saw Tresna, juga menekankan agar seluruh jaminan atau agunan masyarakat dikembalikan kepada pemilik sahnya. Menurutnya, tidak boleh ada bentuk penagihan, pemindahtanganan, atau pengalihan aset sebelum adanya putusan hukum tetap (inkracht).
Hal itu diperkuat oleh pernyataan, Wakil Bupati Kuningan, Tuti Andriyani, bahwa jaminan masyarakat tidak dapat dialihkan atau dijadikan objek agunan baru, karena tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Menurutnya, para korban berhak melakukan pemblokiran sertifikat melalui BPN untuk mencegah penyalahgunaan aset lebih lanjut, serta mengingatkan bahwa pembiaran kasus itu dapat berdampak pada status BI Checking dan akses keuangan masyarakat.
Masyarakat Peduli Kuningan (MPK) menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada DPRD Kabupaten Kuningan, OJK, Pemerintah Daerah, pihak Kepolisian, dan Bank Raya Indonesia atas kehadiran, perhatian, serta komitmen moral dalam forum resmi tersebut.
Yudi Setiadi dan Yusuf Dandi Asih selakubperwakilan MPK menegaskan, akan terus mengawal proses hukum hingga hak-hak masyarakat benar-benar dipulihkan, meliputi pengembalian seluruh jaminan masyarakat secara utuh dan sah. Penghentian segala bentuk penagihan, tekanan, maupun intimidasi kepada korban, dan pemulihan nama baik masyarakat dan jaminan perlindungan hukum secara nyata.
“Keadilan bukan sekadar proses, tetapi tanggung jawab moral bersama untuk memastikan rakyat kecil tidak terus menjadi korban atas kelalaian sistem,” kata Yudi dan Yusuf. (Rls/Ceng)
