KUNINGAN – Kekhawatiran terhadap meningkatnya kasus kemaksiatan di kalangan pelajar mulai dari penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, hingga maraknya isu LGBT mendorong Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) kembali bersuara. Setelah bertemu Bupati Kuningan, FMPK kini menggelar audiensi lanjutan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan.
Pertemuan di kantor Disdikbud itu pada 4 september 2025 kemarin menyoroti lemahnya proteksi dunia pendidikan dalam membentengi generasi muda dari dekadensi moral. Sejumlah tokoh FMPK, di antaranya Ustadz Lukman, H. Andi Budiman, Ustadz Ade, dan Ustadz Fitriadi, menegaskan perlunya langkah nyata yang lebih dari sekadar seremonial.
Ustadz Lukman mengingatkan bahwa fenomena LGBT sudah menyasar siswa sejak tingkat SD hingga SMA.
“Jika tujuan pendidikan adalah membentuk iman dan takwa, maka LGBT jelas bertentangan dengan kodrat manusia. Disdikbud harus hadir dengan pencegahan yang tegas,” tegasnya, rabu (10/9/2025).
Senada, H. Andi menilai strategi pendidikan karakter harus diperkuat sejak dini. Ia mengkritisi praktik yang dianggap menormalisasi perilaku menyimpang, misalnya perlombaan laki-laki berdandan wanita.
“Tidak cukup lewat upacara sekolah. Harus ada kurikulum yang tegas, peran guru BK, hingga kegiatan ekstrakurikuler yang membentuk karakter,” ujarnya.
Kekhawatiran semakin nyata saat Ustadz Ade mengungkapkan adanya kasus siswi SMP hamil hingga siswa yang terjerumus narkoba, bahkan ditemukan di salah satu pesantren.
“Sekolah harus jadi benteng proteksi. FMPK siap mendampingi anak-anak dengan penyimpangan seksual maupun ABH (Anak Berkonflik dengan Hukum),” katanya.
Sementara itu, Ustadz Fitriadi menegaskan pejabat publik harus menggunakan amanahnya untuk menyelamatkan generasi.
“Penguatan pendidikan agama, kolaborasi dengan pesantren, pelatihan guru, hingga gerakan sekolah religius perlu segera dijalankan. Anak-anak yang bermasalah jangan dihakimi, tapi didampingi,” jelasnya.
Menanggapi masukan itu, Kepala Disdikbud Kuningan, U. Kusmana, menguraikan program yang sudah berjalan, mulai dari Gerbang Berkah (pembiasaan ibadah Jumat), Pimda Nyawah (interaksi Forkopimda dengan siswa), Rumah Guru, Tahfidz Qur’an, hingga Pentas PAI. Disdikbud juga rutin berkoordinasi dengan Polres, Kodim 0615, dan UPT PPA untuk pendampingan siswa.
“Kami membuka ruang sinergi. Pencegahan kemaksiatan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tapi juga masyarakat, orang tua, dan lembaga keagamaan,” tegasnya
Audiensi ini menegaskan bahwa problem moral pelajar tidak bisa diselesaikan dengan program simbolik belaka. FMPK menuntut strategi sistematis dan terukur, sementara Disdikbud menawarkan kolaborasi lintas lembaga. Pertanyaannya akankah sinergi ini benar-benar mampu melawan derasnya arus degradasi moral di Kuningan? (ali)
