KUNINGAN – K.H. Abdurrahmad Wahid atau lebih familiar disapa Gus Dur wafat tahun 2009. Pada hari itu, Rabu 30 Desember, kabar duka tersiar seantero nusantara. Bukan saja pihak keluarga, duka mendalam dialami bangsa Indonesia.
Kepergiannya tidak hanya meninggalkan istri dan anak-anaknya. Seluruh anak bangsa yang sedang berjuang menyemai nilai-nilai pluralisme, kesederhanaan, dan hak asasi manusia kehilangan bapaknya. Bendera setengah tiang menjadi ciri, Indonesia sebagai bangsa yang besar kehilangan orang berjiwa sangat besar.
“Raganya sudah pergi, tapi pikirannya masih dan akan tetap hidup. Hari ini kami berupaya mengenang dan terus menghidupkan ide dan gagasannya,” kata Bintang Pujakusuma, Ketua HMI Komisariat Unisa Kuningan, Jumat, (19/12/2025).
Menurutnya, merawat dan menyemai nillai-nilai yang pernah diperjuangkan Gus Dur merupakan sebuah keharusan. Apalagi, kondisi bangsa hari ini tidak jauh berbeda dengan fenomena satu setengah dekade lalu. Bahkan, Bintang menilai, kondisi sosial politik dan keagamaan hari ini tampak jauh mengalami penurunan.
“Almarhum Gus Dur memperjuangkan hak asasi manusia tanpa pandang bulu. Beliau paling depan memperjuangkan kesetaraan anak bangsa. Perjuangannya belum selesai. Karena itulah kami menggelar haul sederhana untuk mengingat kembali perjuangan dan pikirannya,” tuturnya.
Haul yang diisi dialog ringan tentang Alam Pikiran Gus Dur dan Demokrasi Indonesia itu menghadirkan dua narasumber utama, Sopandi, sebagai akademisi dari Universitas Islam Al-Ihya Kuningan dan Aof Ahmad Musyafa mewakili Gusdurian Kuningan.
