“Jangan sampai profesi guru dihantui ketakutan saat mendidik. Ada batas yang harus dijaga, namun ada pula kewenangan yang harus dihormati,” tegasnya.
Ia menambahkan, banyak kasus yang sejatinya hanya miskomunikasi, tetapi tiba-tiba berubah menjadi laporan polisi. “Ini tidak sehat bagi iklim pendidikan,” kata Risal.
PSI Kuningan mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari sekolah, orang tua, organisasi profesi, hingga aparat penegak hukum untuk menahan diri dan menjadikan komunikasi sebagai langkah pertama dalam menyelesaikan persoalan. Pendidikan, lanjutnya, adalah proses panjang pembentukan karakter, bukan ruang untuk mencari keuntungan atas kerentanan konflik.
Sebagai langkah solutif, PSI Kuningan mendorong pemerintah daerah dan dinas pendidikan segera menyusun pedoman penyelesaian konflik di sekolah secara lebih rinci. Pedoman tersebut diharapkan mampu memberikan arah jelas yaitu mana persoalan yang harus ditangani internal sekolah, mana yang memerlukan mediasi, mana yang memang dapat dikategorikan tindak pidana (kekerasan berat).
“Dengan panduan yang kuat, guru terlindungi, murid tetap mendapatkan hak pendidikan yang layak, dan sekolah tidak lagi menjadi ruang yang rawan kriminalisasi,” tutup Risal.
PSI menegaskan komitmennya mengawal isu ini, demi memastikan marwah pendidik tetap terjaga dan dunia pendidikan tidak kehilangan otoritasnya dalam menyelesaikan persoalan secara proporsional. (ali)
